SAYA contohkan misalnya “Rapat Akbar & Pengukuhan 100 Ribu Banser Patriot Ketahanan Pangan”. Yang kebetulan, dalam sepekan ini, poster acara ini banyak berseliweran di dinding Facebook saya. Jika saya memakai cara pandang orang Singapura: ketimbang menggelar acara raksasa nan mahal ini, saya akan menggunakan seluruh dana acara untuk membeli sebidang tanah pertanian! Lalu, orang-orang NU yang banyak menganggur itu, saya suruh menggarapnya. Untuk bertani. Sebuah aksi nyata dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Itu salah satu rahasia, bagaimana cara Singapura berikhtiar, mencapai kemajuan seperti sekarang ini. Kuncinya: EFISIENSI.
Mari kita logikakan contoh di paragraf pertama. Jika misalnya 100 ribu Banser yang datang, masing-masing butuh uang saku Rp100 ribu untuk ikut rapat di Gelora Satria Purwokerto, akan terkumpul duit Rp10 miliar jika kegiatan itu ditiadakan. Itu dari uang saku saja, lho! Belum dari “pesan sponsor”, dari proposal, dll. Dari uang Rp10 miliar itu, mari kita belikan sebidang tanah di sebuah desa yang cukup terpencil namun subur dengan infrasktruktur memadai. Misalnya tanah-tanah di daerah Lumajang, Jombang, atau mungkin di Purwokerto sendiri; daerah-daerah yang harga tanahnya masih murah.
Taruhlah dari uang Rp10 miliar tadi, bisa terbeli lahan seluas 20 hektar. Tanah itu kemudian digarap oleh warga NU, atau anggota Banser itu sendiri. Tanah itu, jika ditanami padi misalnya, sejelek-jeleknya panen di daerah Jawa, bisa mendapat sekitar 150 ton gabah kering setiap empat bulan sekali. Dari tanah itu juga bisa ditumpangsari dengan aneka tanaman lain yang tak kalah bernilainya. Hasil yang tidak hanya bisa menciptakan ketahanan pangan nyata, namun juga bisa memenuhi gizi dan memberi lapangan pekerjaan banyak orang. Dan, manfaat dari 20 hektar tanah pertanian itu akan terus menerus dipanen. Tidak seperti rapat raksasa, yang hanya sekali dan mungkin lebih banyak menghasilkan sampah dan sumpah serapah. Pesertanya pun, biasanya pulang dengan kebingungan: bagaimana mewujudkan hasil rapat yang baru mereka terima?
Begitulah analogi yang ingin saya gambarkan, untuk menjelaskan seperti apa Singapura bisa maju lewat EFISIENSI. 14 tahun menetap di sini, plus menikah dengan seorang PNS Singapura dan bapak dua anak Singapura; itu sudah cukum memberi pengalaman bagi saya untuk bisa merasakan efisiensi-efisiensi yang diterapkan orang maupun Pemerintah Singapura dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-contoh sederhana penerapan efisiensi itu bisa saya temui di banyak kehidupan sehari-hari. Misalnya bagaimana efisiennya istri saya bekerja, apa saja kegiatan sekolah anak-anak yang dipilihkan dalam kurikulumnya, bagaimana pajak dimanfaatkan, bagaimana subsidi dirupakan untuk sesuatu yang produktif, bagaimana pemerintah memberikan prioritas pembangunan, dls.
Singapura memang terkenal tidak gemar melakukan hal yang “besar-besar”. Tidak suka kebijakan “mercusuar-mercusuar”, juga emoh menggelar rapat-rapat raksasa; jika semua itu tidak membawa manfaat yang nyata. Saya contohkan kampanye menjelang pemilu legeslatif 3 Mei nanti misalnya. Musim kampanyenya, begitu singkat dan terkesan sederhana. Baleho-baleho konstituennya simple dan rapih.
Semalam bahkan, saya melihat seorang anggota parlemen di tempat pemilihan saya, mendatangi kedai-kedai kopi untuk berkampanye. Ngobrol dengan setiap orang yang ditemuinya. Tidak ada huru-hara, tidak perlu pakai sound horeg, tidak perlu konvoi-konvoi kendaraan bermotor, dan tentu saja tak perlu membayar orang-orang untuk datang di kampanye atau mengundang artis ibukota untuk menarik massa; yang semua itu membutuhkan banyak biaya, hingga membuat pemilu di Indonesia sangat mahal. Ujung-ujungnya, para politikus yang terpilih dan telah mengeluarkan banyak biaya, kudu korupsi untuk mengembalikan modal yang sudah mereka keluarkan.
Memang, ada sih kampanye yang cukup besar di Singapura. Tapi itu biasanya gong-gongannya saja. Besarnya pun, tak lebih dari tanggapan dangdutan orang punya hajatan di desa. Itupun kampanye, jauh dari hiruk-pikuk hedonisme yang biasa tersuguh di kampanye-kampanye ala Indonesia.
Kedewasaan, memang, telah MELAHIRKAN cara berpikir yang efisien. Dan berperilaku efisien, telah membawa Singapura hingga semaju sekarang.
Sekarang, terserah Anda, hai masyarakat Indonesia! Apakah masih suka huru-hara tanpa arah, atau mulai memilih efisien untuk bisa maju, demi anak cucu kita!
Catatan ilustrasi: screenshot iklan rapat yang kebetulan nongol di wall FB saya, hehe.
(*)