SAYA mendapati sepeda mahal di foto ini, terantai begitu saja di depan exit F, Stasiun MRT Ferrer Park, 4 Mei lalu. Sepeda lipat merek Birdy GT. Ketika saya dekati, rantai-rantai sepeda, juga bagian lain berbahan besi, penuh karat. Itu menjadi penanda, itu sepeda pasti sudah lama terikat di sana. Sayang sekali, pikir saya. Apakah pemiliknya tidak sayang dengan itu sepeda? Mubadzir sekali, membeli sepeda mahal-mahal, namun setelah itu dionggokkan begitu saja.
Seringkali, ketika berkeliling Singapura, saya menemukan banyak “kemubadziran-kemubadziran” seperti sepeda Birdy GT itu. Di parkiran sepeda pancal di Stasiun Mayflower MRT misalnya, stasiun dekat rumah saya, ada sepeda lipat mereka Doohan kondisi baru, yang diparkir di sana selama berbulan-bulan.
Hingga ban kempes, dan sadel serta beberapa part sepeda hilang dicuri orang. Padahal untuk membelinya, minimal harus keluar uang seribu dolar. Birdy GT seperti di Stasiun Ferrer Parkitu, lebih mahal lagi. Sekennya saja, di marketplace, saya lihat termurah dijual seharga 1.800 dolar. Itu setara sekitar Rp24 juta.
Seringkali, pada akhirnya, sepeda-sepeda mahal yang rusak oleh cuaca dan tak diurus lagi oleh pemiliknya itu, berakhir di “pembersihan paksa” yang dilakukan pemerintah kota praja. Setelah sebelumnya, diberikan pengumuman sepeda akan diambil paksa jika tak lagi dipindahkan.
Usil saya mencoba berhitung, jika misalnya sepeda-sepeda mubadzir itu saya curi, saya jual, dan duitnya saya kirim untuk korban penggusuran rumah liar di Batam, misalnya? Apakah boleh? Apakah halal? Hehehe.
Bukankah yang mubadzir-mubadzir itu kawannya setan!
(*)