Sudah siapkah Anda bangun lebih gelap? Bekerja lebih pagi? Sarapan lebih dini? Di tahun 2013 nanti?!
Jika Anda tinggal di Batuaji, Sekupang, Jodoh, atau Nagoya, sekali waktu coba jalan-jalan ke Batamcenter. Tepat pukul 08.00 Waktu Indonesia bagian Barat. Jangan lebih, tapi boleh lah sedikit kurang. Anda kemudian lewat di depan Kantor Pemko Batam, atau sekedar putar di bundaran Kantor Otorita Batam (kini jadi kantor BP Kawasan). Blusak-blusuk dan mutar ke kantor Samsat, Pengadilan Negeri Batamcenter, Kantor Badan Pemeriksa Keuangan yang megah dan baru itu, dan jangan lupa melongok kantor Kejaksaan Negeri Batam dan Kantor Imigrasi yang saling hadap-berhadapan!
Tapi ingat, tak perlu melongok Gedung DPRD Kota Batam. Jam segitu, para wakil rakyat kita dijamin masih ngorok di rumah masing-masing. Hzzz…hzzzz…hzzz, bahkan dengkuran wakil rakyat kita yang digaji mahal dan punya fasilitas “wah” itu, lamat-lamat terdengar dari Batamcenter, kantor mereka. Haibat benar mereka, bukan? Eits, jangan mengelus dada! Yang begitu-begitu itu toh kita juga dulu yang memilih mereka. Makanya kelak, pilihlah wakil-wakil yang baik! Yang tidak mengiming-iming amplop cuma berisi selembar uang Rp50 ribu. Mereka memberi 50 ribu, lima tahun berikutnya merampok kita habis-habisan.
Saya tinggal di Batamcenter, dan kantor Grahapena – tempat saya nguli – jaraknya hanya sepelemparan batu dari kantor-kantor pemerintahan itu. So, tiap pagi saya melewati kantor-kantor megah mereka. Menyaksikan kesenyapan di kantor-kantor pemerintah itu pada pagi hari. Padahal, seingat saya, jam kantor di Indonesia dimulai pada pukul 08.00 WIB. Jika Anda bekerja di perusahaan swasta, jika jam kantor ditetapkan pukul 08.00 WIB, Anda setidaknya harus datang minimal setengah jam sebelumnya. Untuk mempersiapkan segala macam pekerjaan yang menjadi kewajiban Anda.
Lha ini, jika Anda hendak berurusan dengan kantor pemerintah dan datang pukul 08.00 WIB, Anda mungkin akan ditertawakan oleh rumput yang bergoyang! Rumput yang bergoyang? Meminjam frasa dari lagu Berita Kepada Kawan yang dipopulerkan Ebiet G Ade, saya artikan sebagai sebentuk keputus-asaan menyikapi sistem amburadul birokrasi kita ini. Sistem ruwet bin mbulet yang kadang membuat pusing orang-orang kecil seperti saya. Bukankah sebuah keputusaaan namanya – atau tepatnya koplo – jika bertanya pada sesuatu yang tak bisa memberi jawaban? Kalau tidak percaya, coba pergi ke taman, dan ajak ngobrol itu rumput yang bergoyang! Rekan-rekan Anda mungkin mengira Anda sudah gila!
Kalau bisa DIPERSULIT, kenapa DIPERMUDAH?
Jam 08.00 WIB di Batam. Di Singapura sudah pukul 09.00 waktu mereka. Sama seperti di Malaysia, Singapura memilih memajukan sistem waktu mereka satu jam dari yang seharusnya berlaku di Dunia. Jika mengikuti patokan Greenwich Mean Time (GMT), seharusnya waktu di Singapura dan Malaysia sama dengan Waktu Indonesia Barat, yakni GMT+7. Tapi dengan alasan produktifitas, dua Jiran kita itu memilih mengambil keputusan nyleneh. Tak mau peduli apa kata Dunia.
Saya sendiri kurang cerdas untuk bisa menghubung-hubungkan peningkatan produktifitas dengan pemilihan sistem waktu yang dipercepat satu jam. Bukankah satu hari masih 24 jam, satu jam 60 menit, dan satu menit 60 detik? Bukankah panjangnya jam kerja mereka tetap sama, jam tidur juga tetap serupa? Hanya digeser satu jam lebih cepat saja. Saya menduganya, manfaat berupa produktifitas itu hanya dari efek psikologisnya saja. Bukankah Anda yang bangun lebih pagi, akan punya lebih banyak manfaat kesehatan ketimbang bangun kesiangan? Atau jika Anda pulang kantor saat matahari masih bersinar, Anda akan merasa punya banyak waktu dan masih bisa bermain-main dengan keluarga? Di situlah mungkin letak produktifitasnya.
Di sana, jam kantor kurang lebih sama dengan di Indonesia, yakni pukul 08.00 WIB. Jam sekolah malah lebih pagi lagi, yakni pukul 07.00. Para pelajar di sana, harus pergi ke sekolah pada saat hari masih sangat gelap. Saya sering melihat di kereta atau bus, para pekerja kantoran dan pelajar-pelajar terkantuk-kantuk sambil telinga mereka ditutupi headphone dari HP pintar yang mereka bawa.
Apa yang Anda lakukan pada jam 07.00 waktu Singapura atau jika di Batam masih pukul 06.00 WIB? Saya sendiri masih enak-enaknya mendengkur. Tapi jika nanti usul Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Hatta Rajasa untuk menyamakan waktu se-Indonesia sama dengan waktu Singapura dan Malaysia disetujui Pemerintah, mau tak mau kita semua harus bangun lebih pagi dari sekarang. Semua pola hidup kita yang tinggal di wilayah Indonesia bagian Barat akan tergeser satu jam lebih cepat. Mulai dari bangun, sarapan, hingga tidur akan berubah.
Tapi prediksi saya, perubahan waktu itu mungkin akan lebih menguntungkan simbok-simbok yang sedari pagi sudah menggelar dagangan mereka di Pasar Pagi atau Batuaji. Atau itok-itok pedagang sekend di depan Ramayana. Atau buruh-buruh pabrik – seperti saya – yang tiap jamnya sangat berharga. Menguntungkan mereka yang benar-benar menghargai waktu untuk berebut rezeki berkejaran dengan matahari.
Di kantor-kantor pemerintah? Mohon maaf dan jangan tersinggung, jika stigma lama “pingin jadi PNS biar bisa kerja nyante, gaji besar, dan dapat pensiun” belum juga hilang, berapapun sistem waktu digeser, tetap saja kantor-kantor pemerintah itu molor membuka gerbang pintu mereka. Niatan awal yang demikian, menurut saya pribadi sudah tak kan membuat hidup kita terberkahi.
PNS bergaji besar? Mungkin relatif, tergantung di tangan siapa uang dibelanjakan. Pekerja-pekerja swasta, bahkan yang wiraswasta yang mau bekerja keras, penghasilan mereka kadang jauh lebih besar. Pensiun? Sekarang sudah banyak perusahaan swasta yang sudah memberi pensiun karyawannya. Tidak monopoli PNS. Kita seorang diri, juga bisa mengatur keuangan kita seolah-olah menjadi pensiun. Semuanya tinggal kerja keras, kerja pintar, dan kerja cerdas.
Jaman sekarang ini, sebetulnya yang beda antara PNS atau tidak adalah bahwa apakah Anda mau kerja keras atau kerja nyante? Anda akan ditendang jika kerja nyante di perusahaan swasta! Tapi sebagai PNS, yang salah dan kuruptif pun masih dibela-bela institusi mereka.
Dengan stigma lama yang ada di kepala para calon PNS, niatan awal justru sudah menjerumuskan mereka pada ketidakproduktifitasan hidup. Hidup disetel malas. Jam disetel nyante. Padahal sebelumnya, sebelum menjadi PNS, banyak di antara mereka pekerja keras. Namun karena lingkunganya sante, lama-lama terbawa juga sifat nyante itu.
Sekali lagi, jika bisa dibuat LAMA, kenapa harus DIPERCEPAT?
Oh ya, bukankah orang-orang sukses seperti pemilik Air Asia yang warga Malaysia, Tony Fernandez itu, tidak butuh “pensiun dan kerja nyante” untuk bisa menjadi hebat seperti sekarang ini? Jangan-jangan Tony sukses karena dia semasa sekolah harus berangkat subuh-subuh saat kita di sini, masih ngorok mendengkur. Dan saya masih sangat percaya, masih ada ribuan PNS yang baik dan bekerja sesuai waktu kerja, yang mau mengabdikan diri demi negeri untuk melayani orang-orang bodoh seperti saya.
Sekali lagi, sudah siapkah Anda bangun lebih gelap? Bekerja lebih pagi? Sarapan lebih dini? Yup, tapi pertanyaan ini tidak perlu dijawab oleh rakyat-rakyat jelata yang bekerja nyaris 24 jam hanya untuk sekedar makan. Jika mereka mau berharap, mereka mungkin akan minta satu hari jadi 48 jam agar bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Itu karena mereka tak bisa berharap dapat hidup dari “kerja nyante dan dapat pensiun”.
(sultan yohana)
*) versi cetaknya berjudul Waktu Indonesia Singapura