Karena Aroujo, Kounde, dan Christensen.La Liga pekan 21, di akhir musim Lionel Messi berseragam Barcelona. 2020/21. Barcelona memimpin klasemen dengan 46 poin setelah kemenangan 2-1 atas Athletic Bilbao. Secara tak terduga, Real Madrid yang menempel dengan poin yang sama, kalah 1-2 atas tim tamu Elche. Ada harapan membumbung di benak fans Barca, timnya bisa juara di tahun pertama Ronald Koeman menjadi pelatih. Setelah musim sebelumnya dimenangi Madrid. Apalagi melihat produktivitas gol Barca yang luar biasa. Dari 21 laga, mereka sudah membuat 54 gol, kebobolan 32 gol.
Tapi, kita semua tahu, musim itu Atletico Madrid lah jawaranya! Pasukan Diego Siemone juara dengan mengumpulkan 86 poin, hanya beda dua poin dari Real madrid di peringkat kedua. Tujuh poin lebih banyak dari Barcelona yang berada di peringkat tiga. Ironisnya, Barca finish di tempat ketiga dengan tetap menyandang rekor sebagai tim terproduktif. Membuat 85 gol, dengan Messi yang menjadi top-scorer La Liga 2020/21, menyumbang 30 gol. Sementara Atletico dan Madrid, di musim itu sama-sama membuat 67 gol. Atletico menjadi tim dengan pertahanan terbaik, dengan hanya menderita 25 gol. Disusul kemudian Madrid (28 gol), Sevilla (33 gol), dan Barcelona (38 gol).
Musim 2020/21, Barcelona memang buruk di urusan pertahanan. Kerap kebobolan gol-gol “bodoh” di akhir laga.
Musim lalu, 2021/22, pertahanan Barca tidak banyak berkembang. Dengan pemain-pemain serupa, seperti Jordi Alba, Gerard Pique, Roland Aroujo, Sergi Dest, Emerson, Clement Lenglet, Samuel Umtiti, dan pemuda yang dianggap sebagai titisan Carles Puyol, Oscar Mingueza; Barca malah sudah kebobolan 28 gol hanya di pekan 21. Musim itu, Real Madrid lah jawaranya, dengan menyandang predikat tim dengan lini belakang terbaik kedua (hanya kebobolan 31 gol). Di tempat pertama ada Sevilla (30 gol) dengan Jules Kounde tampil luar biasa sepanjang musim.-nya Barca di peringkat tiga dengan kemasukan 38 gol.
Gavi, “the next” Messi sebenarnya!
Tim juara, bagi saya, apa pun kompetisinya, adalah tim yang bermain dengan pertahanan terbaik, berani main keras dan penuh gairah, serta kreatif dan bermain gembira. Argentina yang kemarin menjuarai Piala Dunia, menurut saya, adalah tim yang berhasil memadukan “kebinalan” ala Atletico Madrid, dengan kreativitas model Barcelona. Paduan antara pemain berpengalaman yang cerdas, dengan gairah menggebu-gebu pemuda-pemuda yang baru puber di sepakbola. Dan musim ini, Barcelona punya unsur itu.
Musim ini, tampaknya Barcelona susah untuk dibendung menjadi juara La Liga. Tidak hanya karena memimpin 11 poin di depan Madrid (ketika tulisan ini saya buat). Lebih penting dari perbedaan poin, Xavi Hernandez berhasil menyulap Pedri dkk menjadi sebuah tim yang solid. Tidak mudah menyerah, ngototan, tak malu bermain keras dan kasar; namun tetap memperlihatkan kreativitas khas Barca. Seorang Gavi yang masih 18 tahun, bahkan, tak segan-segan memperlihatkan permainan yang terlampau keras (untuk usianya) dan tak kenal lelah. Poin itulah yang justru, menurut saya, yang membuat saya berani menyebutnya sebagai “the next” Messi.
Bukankah hal terbaik dari seorang Messi adalah gairahnya yang tak pernah berhenti menggiring bola, meski kanak-kiri-belakang-depan dijegal lawan? Dan itu diperlihatkan Gavi dengan baik. Meski secara tekhnis, masih jauh membandingkan keduanya, namun hadirnya Gavi, sedikit banyak telah membuat pendukung Barca tidak terlalu merindukan Messi.
Ingat, Gavi tahun ini masih baru 18 tahun!
Terlepas dari Gavi, lini yang perkembangannya paling menonjol di bawah kepemimpinan Xavi, tentu saja lini belakang. Setelah mendatangkan pemain yang paling bertanggungjawab pada solidnya lini belakang Sevilla, Jules Kounde, juga Andres Christensen; lini pertahanan Barca tiba-tiba menjadi sekokoh benteng kolonial Belanda. Aroujo yang sebelum-sebelumnya tidak konsisten bermain, menjadi bek yang paling menonjol. Kecepatan dan kecerdasannya yang sudah lama dia miliki, memang menjadi senjata utama membendung tipe penyerang model apa pun.
Namun, kebersediaan pemain asal Uruguay untuk bermain keras sedikit kasar, bagi penggemar Barca seperti saya, adalah mengejutkan. Cara bermain Aroujo (juga Kounde), dalam banyak momen, berhasil mengintimidasi penyerang lawan. Intimidasi yang mampu membuat emosi dan kehilangan konsentrasi para penyerang lawan. Lihatlah ketika sepanjang pertandingan final Piala Super Spayol 2023 Vinicius Junior dikasari Aroujo! Membuat peyerang sayap Madrid itu seperti “ketakutan” tiap kali masuk ke area jaga Aroujo.
Ya, sepeninggal Puyol dan Dani Alves (meski kemudian sempat kembali), pemain-pemain bertahan Barca dikenal sebagai para pemain yang “lembut” dan jauh dari permainan meledak-ledak.
Kini, pemain “lembut” dan tenang menjaga “isi kepala” mungkin masih tersisa pada diri Christansen. Gaya mantan pemain Chelsea itu justru sangat diperlukan untuk menyeimbangkan gaya main Aroujo dan Kounde yang seolah diperintahkan untuk kerap terlibat dalam “adu kaki”. Sementara Jordi Alba/Balde, dengan keleluasaan tak terbatas, bisa membantu membangun serangan.
Dari empat bek Barca itu saja, musim ini, Xavi sudah berhasil memanen berbagai peran. Peran pertahanan, peran memancing emosi lawan, serta peran menyerang. Catatan Barca baru kebobolan 7 gol dalam 21 laga La Liga, adalah pembuktian bagaimana solidnya lini belakang Barca. Peran-peran itu juga menjadikan lini tengah dan depan Barca bekerja dengan lebih ringan dan tenang. Lebih berani memperlihatkan umpan-umpan pendek “kucing-kucingan” penuh resiko namun efektif membuat lawan kesal, yang dulu menjadi ciri khas Barca era Pep Guardiola.
32 gol, 28 gol, dan 7 gol; adalah catatan kebobolan Barcelona selama tiga musim terakhir di pekan 21. Sebuah peningkatan yang tidak hanya luar biasa. Namun juga menjadi penanda Barca dalam kondisi sangat baik dan tak lagi membutuhkan kehadiran seorang Messi. Di skuad Barca saat ini, saya tak melihat kedatangan Messi akan memberikan dampak yang lebih besar untuk perkembangan tim. Sebaliknya, bisa jadi pemain-pemain kreativ seperti Dembele, Pedri, Gavi, juga De Jong, akan minder dan kehilangan kepercayaan diri ketika harus kembali bermain bersama Messi. Juga, keuangan Barca yang dipastikan akan kembali berdarah-darah ketika Messi kembali.
Bagi saya yang menggemari Barca sejak era sebelum Messi, sebaiknya ia tidak usah kembali! Saya lebih ingin melihat mimpi-mimpi terus tumbuh di kepala banyak bocah seluruh Dunia untuk bermain di Barcelona, ketimbang tim itu harus terus dirundung masalah keuangan, hanya gara-gara menggaji Messi.
Harapan! Itulah hal terbaik yang bisa diberikan sepakbola!