Usai hujan melebat hampir setengah hari, dua ekor katak asyik nongkrong di ketiak jalan. Di antara gerumbul semak-semak yang basah dengan lumpur yang diguyurkan ratusan ban-ban kendaraan. Sambil memandang ke arah jalan, mereka melakukan percakapan.
”Nah, ini pasti mobil Pak RT! Aku hafal desis mesinnya. Seperti kemeretek kayu yang sedang dibakar,” katak tua, bertubuh gemuk, dengan totol-totol hitam mangkak, angkat suara. Dan, “byur…” senampan air kotor coklat menghajar kedua katak itu. Dari ban mobil yang baru lewat.
”Nah, benar kan! Itu tadi corolla 86-nya Pak RT! Jam segini, selalu ia lewat sini,” desis katak tua.
”Kurang ajar benar! Manusia memang tak tahu diri. Apa tidak tahu ada kita di sini?” Katak yang muda, dengan kulit totol-totol hitam juga, tapi mengkilat, mengeluarkan umpatan-umpatan.
Si katak tua hanya tertawa.
”Menghadapi manusia, kau harus belajar sangat bersabar! Jika tidak, aku jamin, spesies kita tak akan bisa bertahan lama!” Nasihat katak tua.
”Apa hubungannya antara sabar dengan kepunahan kita? Menurutku itu sangat tidak relevan! Justru, ketika kita melawan manusia dengan bersabar, kepunahan kita akan semakin cepat.
“Byur…,” sekali lagi tubuh mereka basah kuyup oleh guyuran air coklat menghitam. Kali ini dari gilasan ban sebuah lori.
”Itu pasti lori yang dikemudikan si Jaip. Aku perhatikan, selalu tidak sopan benar jika ia lewat sini. Pasti itu lori milik perusahaan tempatnya kerja. Kalau tidak, tak mungkin seamburadul itu mengemudikannya,” Katak tua mencoba membelokkan arah percakapan.
”Mana ada manusia di republik ini yang bertanggungjawab!” sambar katak muda.
”Kecuali hanya bertanggungjawab untuk mengenyangkan perut sendiri!”
”Seburuk itukah?” Ghoooogghhhkkkk… katak muda bersendawa.
”Jauh lebih buruk dari yang kau pikirkan! Meskipun kita dilahirkan sebagai seekor katak, namun belum pernah aku dengar cerita, kita saling menghabisi antarsesama katak! Saling bunuh membunuh! Saling menjatuhkan! Saling menyakiti! Saling meng-akali!”
”Mereka melakukan itu?”
”Mereka melakukan apa saja yang ada di kepala mereka!”
Jlup…, begitu cepatnya lidah katak tua menjulur. Membabat seonggok nyamuk yang kebetulan mendekat ke arahnya. Sebelum meneruskan pembicaraannya, nampak mulutnya sibuk mengunyah-ngunyah. ”Nyamuk! Ya…, nyamuk yang semakin memamah biak yang bisa kita ambil manfaatnya dari sekian banyak kebiasaan buruk manusia! Hidup mereka yang arogan dan kotor, memberi peluang nyamuk-nyamuk, makanan kita, populasinya semakin melebar. Tentu saja kita tak khawatir kekurangan makanan!”
”Meskipun makanan kita melimpah, tapi kita tak bisa hidup di kemerlapnya mal-mal dengan kelembaban yang telah direnggut paksa dengan mesin yang namanya air conditioner! Manusia telah merampas hampir semua tempat kita! Rumah kita! Kulit kita akan mengering dan kita akan berakhir menjadi boneka katak yang dijual di mal-mal itu.”
”Untuk itulah aku bilang, kita harus sangat bersabar. Jika kita terlalu merasa perkasa menentang mereka, kita akan semakin cepat menjadi boneka katak. Jangankan kita yang seekor katak, sesama manusia saja mereka tega membuldoser!”
Ghoooogghhhkkkk…Ghoooogghhhkkkk…Ghoooogghhhkkkk…Dan keduanya berdoa kepada Tuhan mereka. Minta ditunda kepunahan mereka.
Minggu kedua Agustus 2005