: Jalan tol, jalannya orang kaya saja.
Pikiran soal jalan tol ini, entah…, kenapa tiba-tiba muncul saat menumpang bus Singapura-Ipoh, yang memang membosankan itu; kurang lebih sembilan jam lamanya. Kami sekeluarga ke Malaysia pada 6 September 2017 lalu, untuk liburan sekolah. Nyaris sepanjang perjalanan sepanajang 550 kilometer, bus melewati jalan tol, tapi kebetulannya, nyaris juga di pinggir jalan tol itu, jalan raya umum yang memanjang mengikuti jalur jalan tol ikut berbagi cerita: memberi gambaran tentang pembangunan di Malaysia. Bukankah indikator terbaik untuk melihat maju tidaknya satu masyarakat, adalah melihat jalan umumnya? Jika banyak pelanggaran dan ketidakadilan di jalan raya, berarti masyarakat itu kehidupannya ndak adil.
Sudah bawaan orok: bukannya memilih tidur manis (saya memang kesulitan tidur jika tubuh tidak merebah), mata saya yang tidak pernah bisa diam, memang selalu berusaha menemukan “ini-itu” yang bisa untuk direnungkan. Dituliskan di blog. Syukur-syukur berbagi cerita atau ide dengan kawan-kawan Facebook.
Jalan tol di Malaysia bagus banget. Tapi, saya tidak heran. Kalau jalan tol bagus, ya tentu itu wajar. Bukankah untuk bisa mengakses tol, kita perlu “tambah ongkos lagi”. Saya mengistilahkan jalan tol ini sebagai “jalan swasta”, bukan jalan umum. Bukan jalan masyarakat. Bukan jalannya orang melarat, karena sepeda motor dilarang lewat, cikar tidak boleh masuk, dan tukang becak tak bisa membawa penumpangnya ke sana. Jalan tol bukan pula jalan publik, karena pengamen jalanan dilarang masuk. PKL-PLK (pedagang kaki lima) dilarang berjualan.
Bukankah, di Indonesia, banyak jalan tol yang memang dimiliki perusahaan swasta? Atau minimal investornya dari swasta. Karena itu, untuk bisa menikmati jalan tol harus bayar, untuk pemasukan yang akan disetorkan ke investor. Sama bayarnya ketika kita beli kopi di Starbuck. Atau beli kolor di Pasar Besar; meski bebas milih, kalau dibawa pulang tetap harus bayar. Kalau ndak bayar, siap-siap saja digebuki orang sepasar.
Jadi, ijinkan saya menyebut jalan tol sebagai “jalan swasta” ya. Jalannya orang-orang kaya! Atau yang merasa atau pura-pura kaya lah. Hehehe.
Jalan tol tidak bisa dijadikan ukuran keberhasilan pembangunan, karena siapa pun yang punya uang bisa membuatnya. Jalan tol juga cuma mengakomodasi kepentingan golongan tertentu saja. Tidak seharusnya Pemerintah Indonesia “menumpang kesuksesan” hanya karena sekarang banyak dibangun jalan tol. Pajak-pajak yang sekarang begitu gila ditagih (seharusnya pemerintah juga kudu SANGAT malu soal pemenuhan kewajibannya), tidak seharusnya untuk membangun jalan tol.
Boleh membangun jalan tol. Tapi, jalan raya umum yang seharusnya diprioritaskan dibangun. Diperbaiki, dilebarkan, ditata baik. Karena jalan raya umum inilah yang bisa dinikmati semua orang, miskin atau kaya, yang naik cikar maupun luxury car.
Oh ya, kalau tidak tahu arti apa itu cikar? Itu lho, gerobak yang ditarik sapi atau lembu. Di kampung saya, dulu biasa dipakai untung mengangkut tebu atau batu bata.
Jalan raya umum di Malaysia bagus-bagus. Selain besar dan tidak ada banyak lobang, jalinannya masuk hingga pelosok-pelosok gunung, untuk menjangkau petani-petani dan warga. Tahun 2006 saya pergi ke Sabah, jalanan di sana juga mulus-mulus. Tahun 2010 kami ke Sarawak dan bahkan jalan-jalan hingga mendekati perbatasan Kalimantan. Di sana, juga jalan-jalan umumnya bagus, mulus, lebar. Hampir setiap tahun pula, kami pelesir ke kota-kota di seantero Malaysia.
Yang paling membedakan jalan raya umum dan jalan tol di Malaysia, paling cuma macetnya dan lampu-lampu merah. Serta perempatan-perempatan jalan.
Mengurai kemacetan di Indonesia, tidak dengan membangun banyak jalan tol. Selain memperbaiki jalan umum biasa, pajak-pajak yang dikumpulkan seharusnya diprioritaskan untuk membangun angkutan publik yang sangat baik, murah, nyaman, serta menjangkau semua masyarakat. Juga memberi pajak dan harga PALING MAHAL untuk setiap kendaraan pribadi yang menyumbang macet dan polusi, bukan malah mengobralnya.
Jalan tol bagus itu memang seharusnya. Lha wong, (lagi-lagi) kudu tambah ongkos lagi….
FOTO: Jalan tol di Malaysia yang bisa diakses motor.