: Sekali lagi tentang Kartolo, panutan saya itu.
Semisal, jika ada yang bertanya, “siapa (k)yai panutan saya?” Saya akan dengan percaya diri menyebut Cak Kartolo dan kawan-kawannya. Pelawak, pendagel, pelakon ludruk dari Surabaya itu.
Di SMA hingga kuliah, saya yang biasa kerap tidur di tokonya seorang kawan kampung, biasanya tidak akan tertidur jika belum menyetel dagelan Kartolo cs. Sambil cekakak-cekikik ramai-ramai bersama kawan-kawan lainnya.
Kini, di era Youtube pun, saya sejak lama telah kembali ke kebiasaan lama: mendengarkan dagelannya Kartolo dan kawan-kawannya. Kadang sebagai pengiring tidur, kadang pula saya setel keras-keras sembari nyapu atau melipat baju. Atau sembari ngulek sambel di dapur.
Anehnya, meskipun berulang-ulang diputar, saya tak pernah merasa bosan dengan “dagelan jalanannya” (K)yai Kartolo dan kawan-kawannya itu.
Dagelan Kartolo, dengan lakon yang nyaris semuanya berkisah tentang rakyat kecil yang susah ndak pernah gablek duit, namun selalu gembira menghadapi hidup. Gemar tolong-menolong, dan meski seberat apa pun masalah yang ada di lakon itu, mereka selalu memilih mengakhirinya dengan musyawarah dan kompromi. Sebuah fragmen KEHIDUPAN IDEAL yang benar-benar ingin saya dapatkan dalam kehidupan nyata.
Dagelan Kartolo cs, sebagaimana petuah-petuah “kyai-kyai beneran” terus saja mengingatkan saya, bahwa hidup cuma “sak nyuk”, serta masalah yang berurusan dengan materialistik tidak perlu dianggap serius-serius amat. Yang penting adalah harmonisasi. Harmoni antara manusia dengan manusia, dengan alam, dan tentu saja dengan Pengeran Sing Kuoso Alam Ndunyo.
Kartolo cs, di lakon-lakonnya, juga sangat terbisa menganggap diri mereka buruk, edan, penuh salah, dan bisa menertawakan diri sendiri dengan gembira. Nasib buruk, bag
i mereka, adalah kegembiraan takdir yang harus dijalani, juga dengan gembira.
Yang juga sangat membedakan dagelan Kartolo Cs. dengan “kyai-kyai beneran” – dan ini yang paling krusial – adalah BUNGKUS yang dipakai dalam pesan kebaikan keduanya. (K)yai Kartolo, dalam dagelan-dagelannya, selalu menekankan harmonisasi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan; dalam balutan realitas kemampuan kebanyakan yang bisa dilakukan oleh manusia pada umumnya. Meski pesan kebaikan itu dikemas berupa dagelan-dagelan. Sementara “kyai-kyai beneran” itu kebanyakan selalu berusaha menyelipkan PAKSAAN agar manusia berubah menjadi “malaikat”. Menakut-nakuti, tanpa mencoba berdaya-upaya untuk melihat situasi dan permasalahan sebenarnya dari umat-umatnya. “Standar kebenaran” selalu didasarkan pada apa yang “kyai-kyai beneran” itu bisa lakukan.
Apakah seorang petani yang sepanjang hari macul di sawah, dianggap tidak sholeh/sholihah karena tidak bisa selalu sholat berjamaah?
Apakah seorang kuli bangunan tidak layak masuk surga hanya karena tak mampu berpuasa karena kerja kerasnya untuk anak istri?
Dagelan-dagelan Kartolo cs itu, sudah lama menggusur daftar listing beberapa “kyai beneran” yang sebelumnya kerap menghiasi listing di Youtube saya. Bersama beberapa lagu favorit saya, Syair Tanpa Waton-nya Gus Dur, Everybody Hurt-nya R.E.M, Sound of Silence-nya versi Nouela, Pearl Jam, serta tentu saja highlight-highlight hasil pertandingan sepakbola terbaru.
Kyai Kartolo, bagi saya, huruf “K” sudah layak disematkan di kata “yai” di depan nama Kartolo. Sekali lagi, bagi saya lho! Anda yang pengagum Emha, Habieb Rizieq, AA Gym, atau Kyai Said Aqil, tentu saja SANGAT BISA tidak setuju dengan panutan saya ini.
Dino Seloso Kliwon
Aku nok pinggir embong
Kaget ono montor nylonong
Mencolot nubruk bakul kentong
Kentonge dadak pecah
Aku tibo melumah
Ditulungi Yu Ponimah
Gak weruh kathokku bedah
terus malam Minggune
Nglencer nok Pasar Sore
Desek-desek’an cek apes’e
Dadak sandalku pedot seseh
Sandalku tak cengkeweng
Tak wadahi plastik kuning
Dicekel satpam terus digiring
Aku disangka ngutil (ke)piting.
Waktu ono tontonan
Hajate mantu nanggape wayang
Nginceng manten jam loroan
Digetak hansip kejegur blumbang
Aku mlayu ngalor
Dadak onok klopyor-klopyor
Wong nang pasar nggowo oncor
Barang tak gudo digabyuk ebor
….
Aku iki jane rodok ngganteng
Cuma sayang kawitane melok sempel
(diambil dari parikan di album Jrangkon Kerinan)