Sultan Yohana
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
Sultan Yohana
No Result
View All Result
Home Catatan Lepas Humaniora

Perempuan yang Kaku Beku

Sultan Yohana by Sultan Yohana
October 29, 2005
in Humaniora
0
0
SHARES
2
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Perempuan itu tergolek kaku beku. Pada meja triplek melamin putih sepanjang tiga kali satu meter persegi. Namun tidak mati. Degup jantung dan tarikan nafasnya masih terdengar dari tempat duduk saya, sekitar tiga meter dari tempatnya berada.

Botol besar bir, gelas yang menyisakan sedikit busa, dan serakan kwaci yang sulit dipisahkan lagi, mana yang berisi mana tinggal kulitnya saja, terhampar di sisi kiri tubuh perempuan itu. Seorang lelaki muda, bukan pacar atau kenalan, bukan teman maupun kawan, duduk tepekur, sebangku dengannya. Merokok dan menatap kosong layar televisi yang saya yakin, sama sekali tidak ia nikmati. Dia, lelaki itu, tampaknya tak perduli apa-apa.

Ramadan, malam ke 21.

Tubuh perempuan itu tergolek kaku beku. Namun tidak mati. Sesekali geliatnya hadir. Sisa-sisa eksistensi. Namun, sepertinya ia tak bisa apa-apa selain tergolek kaku membeku. Di antara dentuman house music dari sound system murahan sebuah arena hiburan jalanan. Di sudut Nagoya yang diguyur hujan semalaman.

Perempuan itu, tubuh muda yang sia-sia. Yang kemolekannya hanya untuk dimakan malam. Ramadan, sebuah yang suci, tak mampu berbuat apa-apa untuk menghentikan penderitaannya.

Sebelum tergolek kaku membeku, perempuan itu sempat berbagi cerita pada saya. Yang selanjutnya saya bagikan kepada Anda semua. Tentu saja disertai dengan gerakan, gemulaian, dan tarian menggelinjang. Ia merayu saya. Sebentuk servis ekstra yang maaf, saya tidak bisa melakukannya untuk Anda.

”Di kampung, Ramadan setua ini, biasanya aku sudah khatam tiga-empat kali Al Qalam,” Dia menyeringai. Menyodorkan gelas berisi bir ke mulutnya. Dan, ditenggaknya sekaligus bersama busa-busa sekalian. ”Dulu, Ramadan yang ganjil seperti sekarang ini, yang ada di kepala kami hanyalah malam Lailatul Qadar. Tidak yang lain.”

Dia menghentikan sejenak ceritanya. Disambarnya rokok putih saya, diambilnya sebatang, dan sebelum sempat ia meminta menyulutkan api, saya sudah melakukannya.

“Bagaimana dengan puasamu?” Dia bertanya.
“Saya akan melakukannya jika sudah enggan berprasangka lagi!” Dia terlihat biasa dengan jawaban saya.
“Masih menulis cerita-ceritamu?” Saya tak bisa menebak, kenapa dia berbelok tema, membicarakan adalahcerita.
“Saya akan menghentikannya jika saya sudah bisa berpuasa.”

Jawaban terakhir saya, ternyata membuat dia terguncang oleh tawa. Kencang dan menggetarkan. Mengalahkan ingar-bingar dentuman house music dari sound system murahan sebuah arena hiburan jalanan. Gigi-giginya yang putih dan tertata rapi, mengundang birahi. Saya jatuh cinta pada bau nafasnya.

Perempuan itu, kemudian, bangkit dari samping duduk saya. Menyambar microphon dari tangan seorang lelaki pengunjung lain, dan sedetik kemudian sudah berdansa cha-cha-cha di tengah arena. Sambil mendendangkan lagu paling sedih sedunia.

Ramadan malam ke-21 semakin larut. Silih berganti pengunjung datang dan keluar. Silih berganti pula tubuh perempuan itu terpaksa larut dalam dendangan. Menghentak, menanjak, lembut penuh belaian, atau terkadang tiba-tiba penuh ingar-bingar umpatan. Nafasnya tersengal-sengal ketika duduk kembali di sebelah saya.

”Ramadan setua ini, dulu, rumah kami sudah berseri dengan cat baru. Meski hanya berupa lamuran kapur pasi. Bapak kebagian tugas meracik dan mengapur dinding luar dan teras. Adik lelakiku bagian rumah dalam, sedangkan aku, hanya diperkenankan mengecat kamar tidurku.”

”Padahal aku ingin sekali bersimbah peluh memainkan kuas-kuas jerami di antara lubang-lubang ventilasi ruang tamu. Kata emak, pasti kerjaku akan berantakan. Karena memang bukan bagian seorang perempuan,” selesai berkata demikian, dia tertawa cerah. Sekilas saya perhatikan, ada kebanggan pada wajah putih kemrusuh miliknya. ”Kini, lelaki-lelaki nakal lah yang melumuriku dengan keringat baunya.” Dia masih mempertahankan tawanya.

”Lebaran tidak balik?” Saya bertanya.
”Utang saya masih tersisa dua tahun dari sekarang.”
”Berarti, dua kali Ramadan lagi tidak bisa dirayakan bersama bapak, emak, dan adik lelakimu?”
”Juga tidak bisa melumuri kamar pribadiku dengan cat kapur racikan bapak.” Sesaat wajahnya pasi. Disambarnya gelas berisi bir di depannya. Dan ditenggaknya hingga tak tandas.

Di jalanan, hujan enggan berhenti. Malam yang sunyi hanya menyisakan mobil-mobil yang dipacu dengan kecepatan tinggi. Sesekali tampak seliweran pengendara motor yang melindungi tubuh mereka dengan mantel tahan hujan. Juga memacu diri dengan cepat. Seakan enggan ketinggalan dengan Ramadan malam ke 21.

Dentuman house music dari sound system murahan sebuah arena hiburan jalanan masih saja terus bergejolak. Tidak peduli dengan malam yang basah atau sisa-sisa Ramadan.

Ketika saya kembali kepada perempuan itu, ternyata ia sudah tergolek kaku beku. Pada meja triplek melamin putih sepanjang tiga kali satu meter persegi. Namun tidak mati. Karena degup jantung dan tarikan nafasnya masih terdengar dari tempat duduk saya, sekitar tiga meter dari tempatnya berada.

Tiba-tiba saya teringat, ketika menerima telepon dari Ibu pada Ramadan pertama lalu. Ibu bertanya: Jauhkah tempat mengajimu, Ton? Tiba-tiba saya ingin lagi mengaji dengannya.*
Oh ya, Ton-ton adalah panggilan kesayangan ibu untuk saya.

*) Penggalan sajak HAH, “Abah, Mama, Elus Kepalaku Seperti Dulu”. Selengkapnya nikmati di www.sejutapuisi.blogspot.com

Batam, Ramadan malam ke 21

Sultan Yohana

Sultan Yohana

Related Posts

“Membeli” Perempuan Vietnam
Humaniora

“Membeli” Perempuan Vietnam

July 9, 2025
Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!
Humaniora

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

April 20, 2025
Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki
Humaniora

Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki

March 16, 2025
Next Post

Dua Nenek di Depan Toko Pakaian Dalam

Lelaki dengan HP Sebesar Kepala Anjing

Jangan Panggil Saya Teroris!!

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Me

Rekomendasi

Batam Seksi, yang Bernisan

18 years ago
Kisah Sebuah Sepeda Pancal

Kisah Sebuah Sepeda Pancal

1 year ago
Tiya Menunggu Tirus

Tiya Menunggu Tirus

17 years ago

Satu Malam yang Menggembirakan

19 years ago

Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Kategori

  • Batam
  • Bolaisme
  • Catatan Bola
  • Catatan Lepas
  • Catatan Publik
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
  • Humaniora
  • Indonesiaku
  • Jurnalisme
  • Kultur
  • Ngalor Ngidul
  • Politisasi
  • Review
  • Sastra
  • Singapura
  • Tentang Aku
  • Video

Topics

Abdul Gofur Air minum Alas kaki Batam Bule Catatan Cerita Dollar Efisiensi Ekor panjang Fasilitas Foto Gadis China Honor Humaniora Indonesia Jatim Johor Kedai Kucing Kurs Malang Malaysia Masjid Monyet Mudik Pajak Pedagang Pengemis Perpustakaan Photo Premanisme rasa singapura Rezeki Rupiah Sejarah Sepakbola Sepeda Singapore Singapura Taipei Taiwan Tanjungpinang Vietnam Warung
No Result
View All Result

Highlights

Perpustakaan dan Pajak Kita

Kita Adalah Orangtua Kandung Premanisme: dan dua buku yang menjelaskan fenomena premanisme

Bolehkan Mencuri Sesuatu yang Mubadzir?

Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Trending

Delapan Karakter Unik Singapura
Singapura

Delapan Karakter Unik Singapura

by Sultan Yohana
August 21, 2025
0

TANGGAL 9 Agustus 2025, Singapura berulang tahun. Ke 60. Untuk sebuah negara, 60 tahun masih terbilang muda....

“Membeli” Perempuan Vietnam

“Membeli” Perempuan Vietnam

July 9, 2025
Bakul Gedhe dan Bakul Cilik

Bakul Gedhe dan Bakul Cilik

June 25, 2025
Perpustakaan dan Pajak Kita

Perpustakaan dan Pajak Kita

June 3, 2025
Kita Adalah Orangtua Kandung Premanisme: dan dua buku yang menjelaskan fenomena premanisme

Kita Adalah Orangtua Kandung Premanisme: dan dua buku yang menjelaskan fenomena premanisme

May 26, 2025
Sultan Yohana

© 2023 Sultan Yohana

Kunjungi Juga

  • Tentang Saya
  • Privacy Policy
  • Kontak

Ikuti Saya

No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek

© 2023 Sultan Yohana