MESKI tingginya cuma 2.171 meter, tapi oleh banyak pendaki Gunung Chamah dianggap sebagai 1 dari 7 gunung (G7) tersulit untuk didaki di semenanjung Malaya. Untuk mencapai puncak ini, dari jalan aspal, kami harus naik truk 3 jam, lalu mulai jalan kaki sejauh sekitar 41 kilometer (berdasarkan hitungan langkah kaki di HP saya). Total, dari jalan aspal terakhir hingga puncak, kami butuh sekitar 15 jam perjalanan. Itu waktu yang saya hitung untuk diri saya yang, alhamdulillah sehat walafiat sepanjang perjalanan.
G7 adalah istilah pendaki Malaysia, untuk menyebut 7 gunung tertinggi di semenanjung Malaya yang hendak mereka taklukan.
Beberapa kawan yang kurang sehat, atau Mr. Liong misalnya, peserta tertua (62 tahun, berbaju biru), memerlukan waktu yang jauh lebih lama. Dari total 12 orang, hanya satu orang tidak bisa meneruskan perjalanan hingga puncak.
Sesampai di puncak, yang paling menyita pikiran saya justru perjalanan kembali sejauh 41 kilometer. Betapa lutut ini harus dipaksa bekerja sangat keras. Hehe.
Usai menyelesaikan pendakian, saya berpikir, perjalalanan ini seperti tidak naik gunung saja. Tapi, naik turun bukit dan jurang, serta hutan belantara. Bahkan ketika sampia di puncaknya pun, yang saya jumpai sekedar semak belukar dan pepohan biasa. Bukan sebagaimana halnya gunung-gunung vulkanik yang menjulang tinggi dengan puncaknya yang indah, sebagaimana Arjuna yang biasa saya naiki. Namun saya merasa, Gunung Chamah punya tingkat kesulitan pendakian tiga kali lebih berat dari Gunung Arjuna. Beruntung fisik saya bisa menyelesaikannya.
Saya bahkan menjadi orang pertama yang kembali ke kemp. Hingga dari situ, muncullah sebutan “Tony Fast”, merunut cepatnya saya jalan kaki. Oh ya, Tony adalah nama panggilan saya.
Sekembalinya di kemp, Zurina, seorang dokter, juga ibu yang membawa anak lelakinya yang masih berusia 15 tahun ikut mendaki, dan keduanya sudah menyelesaikan 6 dari tujuh gunung G7, keheranan melihat sepatu saya yang masih terlihat bersih.
“Kamu melayang atau jalan kaki,” timpal Afiq, guide kami, merunut sepatu saya yang masih bersih. Saya cuma bilang, itulah gunanya menjaga makan dan berolahraga! Ia pun nyengir. Mungkin merasa tersindir, ia jauh lebih muda dari saya, tapi berat badannya susah ia kendalikan.
Memang, nyaris semua orang pulang dengan sepatu kotor penuh lumpur. Beberapa saya perhatikan, ketika menginjak tanah basah, sepatu mereka ambles dalam karena berat badan berlebihan.
Bisa sampai di puncak Gunung Chamah! Sebuah pencapaian pribadi yang tidak buruk-buruk amat. Terutama untuk pria perokok yang sebetulnya kurang suka naik gunung seperti saya, dan bulan ini akan genap 46 tahun.
(*)