Ada pemandangan “menggelitik” saat para pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Anambas menggelar upacara pada Selasa pekan ini. Dari laporan wartawan POSMETRO di sana, saat Wakil Bupati Anambas, Abdul Haris, membacakan sambutan Gubernur Kepri Muhammad Sani, para PNS malah sibuk melakukan aktifitas sendiri-sendiri. Padahal itu upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Provinsi Kepri ke-11. HUT untuk mereka juga.
Di halaman kantor bupati itu, sebagian PNS memilih nongkrong. Sebagian lagi telepon-teleponan dengan HP. Malah ada yang merokok sambil ngobrol ngalor-ngidul. Tanpa peduli pidato bertungkus-lumus yang tengah dibacakan “bos” mereka. Usut punya usut, aksi mereka sudah mendapat izin dari atasan. Lho?
Sama seperti upacara-upacara sereminial lainnya, semula jalannya upacara memang rapi. Wajah-wajah sumringah berdatangan dan antusias mengikuti upacara. Apalagi saat Haris naik di podium, dan memulai membacakan sambutan Sani. Tapi posisi rapi-jali para PNS itu tak bertahan lama, setelah Haris tak kunjung turun podium. Bayangkan, sambutan yang harus dibaca sang Wabup, sebanyak 35 halaman! TIGAPULUHLIMA HALAMAN!
Jika saya adalah salah saut PNS Anambas yang ikut upacara, saya pasti akan melakukan hal serupa. Beruntung saya bukan jadi salah satu dari mereka. Hingga tidak harus kepanasan ikut upacara, atau dibekap rasa bosan oleh sambutan yang jika saya boleh meminjak lagunya The Changcuters, “Gila-gilaan” panjangnya! Jika saya jadi Wabup Haris, mendingan saya fotokopi sambutan itu, terus dibagikan saja langsung pada seluruh PNS. Ketimbang menghabiskan waktu menggelar upacara, mungkin lebih baik memakai waktu upacara itu untuk melayani masyarakat.
***
Soal pidato-pidato di atas itu, saya jadi teringat pengalaman saya dua pekan lalu. Ketika menemani anak sulung saya, Ken, mengikuti Singapore Sport Day yang digelar sekolah taman kanak-kanaknya di Stadion Hougang, Singapura. Kegiatan yang melibatkan seluruh siswa-siswi taman kanak-kanak di distrik atau “kecamatan” Hougang. Aneka permaianan anak-anak, lomba olah gerak, serta makan gratis disajikan.
Seuplik panggung sederhana berukuran sekitar 3×4 yang hanya berhiaskan kain merah-putih (bendera Singapura) di sekelilingnya, didirikan di tengah stadion. Presenternya pun sepertinya asal tunjuk: perempuan Tionghoa yang penampilannya jauh dari kata menarik. Dengan pakaian yang juga tidak bisa dikatakan menarik: t-shirt, celana pendek, dan legging putih ketat yang membalut tubuhnya yang sangat kelebihan lemak.
Padahal yang akan datang di acara hari itu adalah tamu spesial. Yakni perdana menteri dengan rekor punya gaji tertinggi di dunia: Lee Hsien Loong. Suratkabar The Straits Times mencatat, uang yang dibawa pulang Lee sekitar Rp22 miliar (namun Lee merelakan dipotong sebesar 36 persen). Bandingkan dengan gaji SBY yang “hanya” sekitar Rp1,3 miliar setahun.
Tanpa perlu menunggu Lee Hsien Loong datang membuka acara, acara Singapore Sport Day dimulai begitu saja. Di Indonesia, hal demikian bisa dianggap “penghinaan” oleh si pejabat. Satu kegiatan bahkan tak kunjung dimulai, sebelum sohibul hajat datang, berpidato, dan kemudian membuka acaranya. Selasa pekan kemarin misalnya, saya melihat para tamu undangan, terutama para PNS di Pemprov Kepri, terkantuk-kantuk tidak berani pulang, karena sang bos, Wakil Gubernur Soerya Respationo, masih asyik mengikuti acara Pameran Foto Pembangunan Kepri di Nagoya City Walk. Padahal hari sudah cukup larut.
Kembali ke Singapore Sport Day. Acara sudah separuh jalan, saat tiba-tiba perhatian pengunjung mengerucut ke pintu masuk stadion. Seperti kedatangan jaelangkung yang senyap tak diundang, eh… tanpa goro-goro Perdana Menteri Lee (PM) sudah nongol di stadion. Mengenakan polo t-shirt warna merah berkerah putih dan celana abu-abu, Lee langsung membaur di acara. Kakinya yang berbalut sepatu kets merek New Balance, seperti tak pernah capek mendatangi satu per satu konter, dan warga. Ia bahkan naik tangga ke tribun tertinggi, menyalami satu per satu pengunjung di atas, termasuk saya.
Saat kami bersalaman, ditepuknya punggung anak kedua saya, Zack, yang tengah tertidur di gendongan saya, sembari menanyakan sesuatu yang tak saya mengerti. Ia bertanya dnegan bahasa Tionghoa. Mungkin PM Lee mungkin mengira saya orang Tionghoa, karena mata saya yang agak sipit. Yang juga mengejutkan saya, tangannya ternyata kekar dan kasar. Beda sekali dengan tangan-tangan pejabat Indonesia yang halus-halus, dan terawat.
PM Lee terus saja berjalan. Maik turun tangga tribun, mendatangi pengunjung. Sesekali berhenti cukup lama ketika si pengunjung bertanya banyak hal. Setelah merasa sudah menemui semua warganya, ia kemudian pamit, dan segera menuju mobil yang membawanya. Dari atas tribun, saya melihat, mobil yang ditumpanginya Lexus LS460 warna putih.
Saat hendak pulang, sekali lagi perdana menteri Singapura itu mengejutkan saya. Ketika ada seorang – entah siapa – yang akan membukakan pintu mobilnya, buru-buru PM Lee berlari mencegahnya. Ia memilih membuka pintu sendiri, ketimbang harus dilayani.
Tulisan saya kali ini mungkin tak terlalu enak di mata atau telinga para pejabat di Kepri yang gemar dilayani. Tapi tirulah Perdana Menteri Lee, yang ketokohannya sudah mendunia itu. Bahwa seorang pejabat tidak pantas minta dilayani, justru sebaliknya, harus melayani masyarakatnya. Bahkan di acara seremonial sekalipun.
Oh ya, Perdana menteri Lee bahkan tak sempat naik panggung barang sedetikpun.