SEMESTA selalu punya cara untuk menyusup ke hati-hati manusia. Siapa pun itu. Di Geylang misalnya. Daerah yang dikenal sebagai daerah “merah”-nya Singapura, daerah prostitusi; di sana justru banyak berdiri tempat ibadah. Saya pernah menulis sebelumnya (baca di sini: https://batamseksi.blogspot.com/2022/09/sarapan-di-kelabang-geylang.html?q=geylang), di sepanjang Geylang ada delapan gereja, dua masjid, serta 35 kuil Hindu dan Budha. Itu di Lorong 1 hingga lorong 44 saja.
Masjid Khadijah salah satunya. Masjid yang dibangun dari wakaf seorang wanita kaya bernama Katijah Binte Mohamed pada tahun 1915, dan selesai 5 tahun berikutnya, berdiri seronok di antara bangunan-bangunan tua di jalan utama Geylang yang berisi banyak ruko-ruko tua, kedai makan, pub-pub, penjual durian, dls. Di pub-pub itulah prostitusi beroperasi.
Ketika saya salat asyar 20 Juni kemarin, saya membayangkan, mungkin, laki-laki yang akan mencari pelacur di Geylang, mendengar adzan, atau setidaknya melihat bangunan masjid yang unik ketika jalan di Geylang, lalu tiba-tiba mengurungkan niatnya melacur. Saya membayangkan, perempuan-perempuan yang menjual diri, hati-hati mereka yang keras, berubah menjadi lembut karena tiap hari disirami suasana religi yang dihadirkan masjid. Saya membayangkan ada pelacur bertobat di sana. Saya membayangkan ada lelaki mabok bersimpuh di depan masjid, sambil menangis mengingat salah. Saya banyak hal ketika memotreti bangunan Masjid Khadijah yang unik itu.
Masjid Khadijah, mungkin salah satu cara Semesta untuk memberi keseimbangan pada Geylang. Mungkin.
(*)