Sultan Yohana
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
Sultan Yohana
No Result
View All Result
Home Catatan Lepas Kultur

Pria India dan Sarapan Prata-nya

Serta konsep surga itu

Sultan Yohana by Sultan Yohana
October 23, 2023
in Kultur
0
Pria India dan Sarapan Prata-nya
0
SHARES
2
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

DI anak tangga yang menghubungkan antara stasiun kereta Mayflower dan apartemen nomor 172, ia begitu saja duduk, menyelonjorkan kedua kaki. Seorang pria India muda. Berkaos merah dengan celana jins murahan yang bisa dibeli dari Little India seharga 20 dolar, botak sebagian kepala dan perutnya yang sudah menyembul, adalah jejak gaya hidup yang berantakan. Tapi siapa peduli? Kamis pagi yang berawan dan sedikit gerimis itu, sambil selonjoran, ia asyik menikmati sarapan paginya. Seporsi prata yang ditumplekkan begitu saja di bungkus styrofoam, diguyuri kuah kari yang aromanya mampu membuat udara pagi itu begitu bergairah. Kucium sedikit aroma SURGA, dari aroma kari itu, ketika aku lewat di depannya. Bersama ratusan, mungkin, orang-orang yang pagi itu lewat di depannya, hendak berangkat kerja. Si pria India itu, begitu cuek melahap prata. Dengan segenap kenikmatan yang membuat siapa saja yang melihatnya, iri.

Tapi, tiap kepala punya versi berbeda tentang surga, bukan?!

Keterangan foto: sebuah “pagi yang surga” di daerah pertanian di kaki gunung Arjuna, Singosari, Malang. “Surga” yang sudah banyak ditinggalkan anak-anak mudanya, untuk merantau ke kota, hanya untuk mendapatkan upah minimum. 

Ketika kecil, aku membayangkan Tuhan sebagai sosok bengis sekaligus baik yang bisa sewenang-wenang memasukkan orang-orang kafir ke neraka, dan memberi penghargaan pada setiap orang beriman berupa surga yang penuh kenikmatan. Surga yang sungainya mengalir susu dan madu. Boleh makan apa saja. Araknya lezat namun tidak memabukkan. Buah-buahnya segar dan tanpa habis dimakan berapa pun orang. Tidak ada tai atau iler yang berbau busuk. Juga bidadari-bidadari yang siap melayani siapa dan apa saja.

Beranjak remaja, aku merasa surga yang ada di bayangan masa kecil itu, “kok begitu membosankan”. Jika semuanya tersedia dan manusia tidak perlu melakukan apa-apa lagi selain menikmatinya; tidak ada kejahatan, tidak ada harapan, tidak ada dosa, lalu untuk apa semua “kerumitan” yang diciptakan Semesta bagi manusia semasa di Dunia? Untuk apa manusia diminta keras belajar? Diminta menjadi orang jujur? Menjadi bijaksana? Juga menjadi ahli ibadah?

Saat aku merasa dewasa, konsep tentang surga justru kian sederhana. Ya, seperti aroma wangi kari dari sarapan pria India itu, surga adalah sebangun konsep yang BISA kita ciptakan dengan bahan apa pun yang kita punya. Seadanya, bahkan.

Seorang petani bisa punya konsep surganya sendiri, begitu juga pedagang, atau guru matematika. Mereka masing-masing punya bahan berbeda-beda untuk menikmati dan memaknai konsep surga mereka. Tentu saja Tuhan bukan maha adil jika seorang pedagang yang jujur tidak bisa punya HAK SAMA untuk masuk surga ketimbang para ulama-ulama ahli ibadah.

Tapi konsep surga itu, juga bisa dengan serta merta meleset oleh apa yang kita angan-angankan. Sebagaimana pria India yang datang ke Singapura dengan modal menjual sawah-ladang mereka untuk berharap kerja dengan gaji baik; kenyataannya, di Singapura ia hanya bisa sarapan dengan prata, sambil duduk di anak tangga kotor luar stasiun. Tapi, di saat bersamaan, pria India itu mungkin tidak menyadari, ada ratusan orang-orang Singapura yang pagi itu ke kantor dan melewatinya, begitu iri melihat bagaimana ia bisa dengan nikmat dan cuek duduk selonjoran sembari menikmati prata yang asap karinya wangi kemepul, mengurapi pagi yang sedikit gerimis itu.

Kecuek-an dan kemampuan menikmati hal yang sederhana itu, adalah hal yang tidak bisa didapatkan oleh banyak orang Singapura. Orang-orang ini, orang-orang yang menyebut dirinya modern dan maju ini; mereka harus belajar begitu keras, bekerja begitu keras, menabung begitu keras; hanya untuk kemudian begitu keras antri di restoran Gordon Ramsay, membayar sepotong stik seharga Rp1,5 juta, dan tetap tak bisa menikmati makanan mahalnya dengan gembira.

Surga? Sedekat nadi kita, tapi, tak semua orang mampu menyadarinya.

(*)

Tags: BudayaIndiaJawarasa singapura
Sultan Yohana

Sultan Yohana

Related Posts

Masjid Abdul Gafoor Singapura: Dibangun oleh pedagang India dan sais kuda dari Bawean
Kultur

Masjid Abdul Gafoor Singapura: Dibangun oleh pedagang India dan sais kuda dari Bawean

February 23, 2025
Di Taipei, Saya Rindu Udara Malang
Kultur

Di Taipei, Saya Rindu Udara Malang

January 3, 2025
Kisah dalam Sepiring Char Kway Teow: dan perbedaan melangit antara dolar dan ringgit
Kultur

Kisah dalam Sepiring Char Kway Teow: dan perbedaan melangit antara dolar dan ringgit

July 12, 2024
Next Post
Merencanakan Pensiun

Merencanakan Pensiun

Spesialnya Bahasa Melayu: dalam percakapan sehari-hari di Singapura

Spesialnya Bahasa Melayu: dalam percakapan sehari-hari di Singapura

Di Mana Orang Main Slot di Singapura?: Apa perlu Porkas dilegalkan lagi?

Di Mana Orang Main Slot di Singapura?: Apa perlu Porkas dilegalkan lagi?

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Me

Rekomendasi

Sepasang Buku (Sepasang) Bos

Sepasang Buku (Sepasang) Bos

17 years ago
Kisah Cinta Dua Singa (12)

Kisah Cinta Dua Singa (12)

16 years ago
Tapis yang tak Lagi Gratis

Tapis yang tak Lagi Gratis

15 years ago
Singapura, dan Hari Anti-rasisnya

Singapura, dan Hari Anti-rasisnya

11 years ago

Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Kategori

  • Batam
  • Bolaisme
  • Catatan Bola
  • Catatan Lepas
  • Catatan Publik
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
  • Humaniora
  • Indonesiaku
  • Jurnalisme
  • Kultur
  • Ngalor Ngidul
  • Politisasi
  • Review
  • Sastra
  • Singapura
  • Tentang Aku
  • Video

Topics

Abdul Gofur Air minum Alas kaki Batam Bos Bule Catatan Cerita Dollar Efisiensi Ekor panjang Film festival Foto Gadis China Gaji Honor Humaniora Indonesia Jatim Johor Karyawan Kedai Kucing Kurs Malang Malaysia Masjid Menteri Monyet Mudik Palestine Pengemis Photo rasa singapura Rezeki Rupiah Santai Sejarah Sepakbola Singapore Singapura Taipei Taiwan Tanjungpinang Warung
No Result
View All Result

Highlights

Kucing-kucing Mudik

Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki

“Seteguk Air Dingin”: dari budaya baik bule di Singapura

Masjid Abdul Gafoor Singapura: Dibangun oleh pedagang India dan sais kuda dari Bawean

Bagaimana Jika Rejekimu Datang Setahun Sekali?

Trending

Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju
Catatan Lepas

Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju

by Sultan Yohana
May 13, 2025
0

SAYA contohkan misalnya "Rapat Akbar & Pengukuhan 100 Ribu Banser Patriot Ketahanan Pangan". Yang kebetulan, dalam sepekan...

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

May 3, 2025
Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

April 20, 2025
Kucing-kucing Mudik

Kucing-kucing Mudik

April 7, 2025
Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

March 30, 2025
Sultan Yohana

© 2023 Sultan Yohana

Kunjungi Juga

  • Tentang Saya
  • Privacy Policy
  • Kontak

Ikuti Saya

No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek

© 2023 Sultan Yohana