SALAH satu sifat bahasa itu, acak. Bahasa kuliahannya, arbitrer. Tidak ada penjelasan logis kenapa, misalnya, orang Jawa menyebut “buah pisang” dengan “gedang”. Atau tak ada pula penjelasan kenapa manusia menamai benda langit bercahaya di malam hari sebagai “bulan”. Kenapa “bulan” tidak diberi nama “onde-onde” saja? Itu suka-suka orang pertama yang menamainya.
Masyarakat Singapura, dalam berbahasa, sangat unik. Kadang juga tidak bisa dijelaskan secara logika. Masyarakat di sini, memakai bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari, meski bahasa nasional yang disepakati adalah bahasa Melayu. Uniknya, etnis terbesar di Singapura, justru etnis China, sebesar 65 persen, yang masih keukeh menggunakan bahasa ibu mereka dalam kehidupan sehari-hari. Orang China dan India Singapura pasti hafal lagu “Majulah Singapura” yang berbahasa Melayu itu. Tapi, saya bahkan berani menjamin, sedikit sekali mereka mengerti arti lagu kebangsaan.
Menggelikan, bukan!
Lebih menggelikan jika Anda berbahasa Inggris. Singlish, begitu bahasa Inggris gaya orang Singapura disebut. Susunan kalimat Singlish, tidak lagi mengacu pada susunan baku bahasa Inggris. Melainkan (seperti) mengikuti susunan logika bahasa Melayu. Singlish itu, seperti sekedar mengganti kata Melayu menjadi Inggris. Sebagai contoh kalimat “apakah Anda sudah makan?”, jika di-Singlish-kan menjadi “you eat already?”.
Kalau Anda memakai bahasa baku, seperti “have you eaten yet?” atau “have you already eaten?”, justru banyak orang Singapura yang tidak mengerti. Kecuali generasi-genarasi baru yang kemampuan berbahasa Inggris mereka sudah sangat baik, pemakai Singlish yang kebanyakan generasi tua atau “orang-orang jalanan” yang tidak terlalu berpendidikan.
Tata bahasa Singlish yang tidak ribet (bagi masyarakat berbahasa setempat), bagi saya, justru memudahkan masyarakat menguasai bahasa Inggris dengan lebih baik. Ini seperti membawa bahasa dalam fungsi utamanya: ora ngurus salah bertata bahasa! Lebih penting dari itu, pengguna bahasa mengerti apa yang mereka bicarakan!
Selain pengaruh kuat tata bahasa bahasa Melayu dalam Singlish, Bahasa Melayu juga menyumbangkan berapa kata atau frasa yang SANGAT POPULER digunakan SEMUA ETNIS di Singapura. Ini SPESIAL. Mengingat etnis China yang mayoritas, justru tidak banyak menyumbang kata/frasa yang bisa dipergunakan oleh semua masyarakat di Singapura. Lebih unik lagi, sebagaimana sifat arbitrer bahasa yang tidak bisa dilogikakan, kata atau frasa Melayu yang dipakai sehari-hari oleh semua etnis di Singapura itu, juga sama acaknya. Saya ambil contoh kata “makan” yang biasa dipakai dan bisa dipahami setiap orang Singapura. kawan baiknya, kata “minum”, justru tidak dipakai. Padahal dua kata itu begitu serasi, selayaknya suami-istri saja.
“Hi Bro, what MAKAN you want order? DRINK?” tanya seorang lelaki pada kawannya, ketika ia hendak order pesanan makanan di mesin pemesan McDonald.
Berikut saya catatkan, berapa kata/frasa yang biasa dipakai dan dipahami masyarakat Singapura, etnis apa saja. Kata atau frasa yang nyaris tiap hari berseliweran, dan ditangkap telinga saya:
- Tekan (psikologis: memberikan beban).
- Kalang-kabu(o)t.
- Bodoh.
- Kacau.
- Makan.
- Jatu(o)h.
- Mati (selalunya ditambah akhiran lah).
- Teruk (buruk).
- Rugi.
- Sengek (miring).
… - Tentu saja masih banyak lainnya, yang gagal saya perhatikan.
Keterangan foto: sebuah jalan di Singapura bernama Bukit Pasoh Road. Di Singapura, nama jalan tak selalu memakai "road" atau "street". Banyak juga yang memakai "jalan", seperti Jalan Besar, Jalan Senang, Jalan Waringin, atau Lorong Mydin, Lorong Chuan, Lorong Geylang.