Sultan Yohana
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
Sultan Yohana
No Result
View All Result
Home Catatan Lepas Sastra

Pukimak, Pesing Seni Sapa Nih…

Sultan Yohana by Sultan Yohana
December 12, 2007
in Sastra
0
0
SHARES
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Simaklah seuntai surat pembaca yang terbit di Majalah Tempo minggu terakhir November 2007 lalu:

Mungkin sebaiknya perlu dibuatkan taman makam seniman. Sebab seniman juga banyak jasanya kepada kita. Makam itu terutama untuk memudahkan penggemar mengunjungi makam untuk mendoakannya. Tentu yang dikubur di sana seniman bertaraf nasional. Selama ini, pusara para seniman kita bertebaran di seantero Jakarta (Nusantara). Bahkan banyak yang tidak diketahui di mana dikuburkan, karena tak lagi tenar di usia tua.

Pandu Syaiful, Duri, Riau.

Taman makam seniman? Saya mahfum dengan apa yang maksud Mas Pandu dalam surat pembaca yang ditulisnya. Mahfum dengan keresahannya atas ketidakberdayaan seni (man) di negeri yang di perutnya menyimpan berjuta rasa nilai seni ini. Tapi, haruskah ada taman makam seniman?

Di Batam, seni itu begitu pesing. Sepesing aroma kencing di toilet-toilet umum yang kekurangan air bilasan. Bau menyengat itu, meruap seantero ruang, hingga membuat “si pengencing” itu sendiri mabok dan akhirnya jatuh pingsan. Di Batam, seorang seniman punya dua pilihan hidup: jadi kuli bangunan atau terpaksa kompromi dengan aneka proposal dan sekaligus harus kompromi dengan segala macam aturan si penerima proposal.

Ratusan miliar rupiah uang APBD Batam tergelontar untuk proyek sia-sia (saya sebutkan di antaranya, Pasar Batubesar, Terminal Mukakuning, pagarisasi Hutan Duriangkang, juga bangun-membangun drainase yang sebentar kemudian dibongkar lagi). Tapi tolong sebutkan, adakah proyek seni yang semerbak aromanya membuat para seniman berselera? Pukimak, semua proyek seni itu masih pesing, sepesing kencing saya yang tidak minum air putih dua hari dua malam.

Saya mahfum dengan keresahan Pandu. Ketika doa saja, terasa begitu mahal digelontarkan untuk seniman-seniman yang almarhum (ah). Bukankah banyak almarhum koruptor begitu mudahnya mendapat kiriman doa? Bahkan kyai terkenal sekalipun, akan dengan gampangnya memberi kiriman doa pada koruptor. Memdoakannya agar masuk surga. Mengelu-ngelukan almarhum koruptor itu, dalam setiap ceramah-ceramah berbayarnya. Bahwa ”si Pak Korup semasa hidupnya doyan nyumbang,” “Si Tilep itu waktu jayanya tak pernah lupa dengan fakir miskin.”

Jika tak percaya, sekali-kali coba ikut salat Jumat di Masjid Raya, Batam!

Keresahan Mas Pandu mungkin bisa saya terjemahkan begini: koruptor aja dimakamkan di taman makam pahlawan, didoakan kyai beken, masak seniman tak boleh punya taman makam seniman?

“Emangnya seniman itu pahlawan? Pakek taman makam segala? Emangnya seniman bisa sumbang APBD? ” Nah, jika ada pertanyaan begini gimana, Mas Pandu? Jika kepala BUMN, juga kepala daerah yang korup masih dianggap sebagai aset berharga karena kemampuannya mengibuli anggaran, seniman seideal apa pun masihlah dianggap manusia biasa. Tidak bisa apa-apa. Anggapan mereka, puisi, lukisan, cerpen, nggak bakal bisa mengenyangkan.

Seni tidak bisa mendatangkan pendapatan daerah? Itu mah, jika Pak Walikota Ahmad Dahlan, Wakilnya Pak Ria Saptarika, plus antek-anteknya tidak mau berkaca dari tetangga sebelah, Singapura.

Pak Wali, pernahkah Anda mendengar acara bernama Singapore Art Festival (SAF)? Yang diadakan saban tahun di bulan Mei-Juni digelar di jalan-jalan dan gedung pertunjukan di seantero Singapura.

Ah, saya lupa. Anda kan, orang-orang penting yang bahkan mau kentut saja harus dibuatkan agendanya. Anda kan termasuk very-very important person yang mungkin tidak sempat lagi dengarin lagunya sengetop Ungu sekalipun (kalaupun getol berlatih karaoke, saya yakin itu cuma karena takut kehilangan muka jika sewaktu-waktu ditunjuk berdendang di satu acara). Saya juga lupa, Anda tak bakalan sempat surving info sana-sini mempelajari elok dan elegannya negeri tetangga itu membuat makmur rakyatnya.

Daripada surving internet, Pak Wali plus anggota DPRD yang terhormat pasti lebih suka jalan-jalan langsung ke sana. Atau ke China juga ke Surabaya. Bahkan ke Eropa sekalipun. Studi banding sekaligus cuci mata (sialnya, acara cuci mata yang jadi agenda utama).

Di SAP 2005, bahkan pemerintah PM Lee Hsien Loong pernah mendatangkan puluhan patung-patung raksasanya Fernando Botero Angulo, langsung dari Kolumbia. Mau tahu berapa besarnya sebuah patung itu, Bapak-bapak? Sebuah patung, bahkan ada yang setinggi 15 meter. Bawanya harus pakek helikopter dan kapal kargo. Tahu berapa biaya mendatangkan patung-patung itu? 25 miliar doang!

Trus, patung-patung itu dipasang begitu saja di seantero jalan Singapura. Ditonton gratis. Dipakai background foto-fotoan wisatawan. Pasti kalian semua mikir, apa kagak rugi pemerintah Singapura?

Jika itung-itungannya pakai akutansi ala Pemko Batam pasti rugi. Pasti Pak Wali kagak mau mendatangkan patung-patungnya Botero. Mendingan jual lahan hutan lindung untuk developer. Lebih untung. Urusan banjir mah…, itu dipikir belakangan.

Di Singapura, saya belum mendengar ada taman makam khusus seniman. Tapi di sana, seniman makmur coy! Bahkan lewat program wisata SAP-nya, pemerintah Singapura berbagi kemakmuran dengan seniman-seniman seantero dunia. Mereka (seniman-senima dunia) diundang, dibayar layak, diservis oke. Karena mereka dianggap pahlawan. Karena mereka sanggup mendatangkan devisa. Karena dari mereka, Singapura dilirik sekian miliar mata.

Anggaran untuk bayar Botero yang 25 miliar itu mah…, kuecillllllll.

Saya jadi ingat ketika main di Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta, November lalu. Kata rekan pengurus Wapres, di Wapres yang sederhana itu: sepanggung kecil alat band dengan kursi-kursi meja ngopi mengitari panggung, lahir belasan seniman makmur. Di panggung itu, siapa pun bisa nyanyi, baca puisi, teriak-teriak mengumpat, dls. Dan terpenting, gratis!!!

Di Batam? Saya pernah sekali melongok panggung teater miliknya Gedung Sumatera Promotion Expo. Cuantik… benar panggung itu. Tapi, seorang rekan seniman Batam bilang, ”semalam main situ, bayarnya 15 juta.”

Pukimak…

Sultan Yohana

Sultan Yohana

Related Posts

Sastra

Secangkir Kopi, Mimpi, dan Diskusi Sastra

September 24, 2005
Next Post
Antoni (us)

Antoni (us)

Sepasang Buku (Sepasang) Bos

Sepasang Buku (Sepasang) Bos

Sapi Bernama HM. Sani

Sapi Bernama HM. Sani

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Me

Rekomendasi

Religion of Sky

Religion of Sky

20 years ago

Lelaki dengan HP Sebesar Kepala Anjing

20 years ago
Hanya orang Goblok yang Masih Cinta Arema

Hanya orang Goblok yang Masih Cinta Arema

9 years ago
Tuhan yang Semakin “Mahal”

Tuhan yang Semakin “Mahal”

8 years ago

Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Kategori

  • Batam
  • Bolaisme
  • Catatan Bola
  • Catatan Lepas
  • Catatan Publik
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
  • Humaniora
  • Indonesiaku
  • Jurnalisme
  • Kultur
  • Ngalor Ngidul
  • Politisasi
  • Review
  • Sastra
  • Singapura
  • Tentang Aku
  • Video

Topics

Abdul Gofur Air minum Alas kaki Batam Bule Catatan Cerita Dollar Efisiensi Ekor panjang Fasilitas Foto Gadis China Gaji Honor Humaniora Indonesia Jatim Johor Karyawan Kedai Kucing Kurs Mahal Malang Malaysia Masjid Menteri Monyet Mudik Pengemis Photo Premanisme rasa singapura Rezeki Rupiah Sejarah Sepakbola Sepeda Singapore Singapura Taipei Taiwan Tanjungpinang Warung
No Result
View All Result

Highlights

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Kucing-kucing Mudik

Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki

“Seteguk Air Dingin”: dari budaya baik bule di Singapura

Trending

Kita Adalah Orangtua Kandung Premanisme: dan dua buku yang menjelaskan fenomena premanisme
Catatan Lepas

Kita Adalah Orangtua Kandung Premanisme: dan dua buku yang menjelaskan fenomena premanisme

by Sultan Yohana
May 26, 2025
0

SAYA membaca laporan Majalah Tempo pekan ini, "Oke Gas, Hercules". Tentang premanisme, terutama tentang sepakterjang Herkules dengan...

Bolehkan Mencuri Sesuatu yang Mubadzir?

Bolehkan Mencuri Sesuatu yang Mubadzir?

May 19, 2025
Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju

Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju

May 13, 2025
Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

May 3, 2025
Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

April 20, 2025
Sultan Yohana

© 2023 Sultan Yohana

Kunjungi Juga

  • Tentang Saya
  • Privacy Policy
  • Kontak

Ikuti Saya

No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek

© 2023 Sultan Yohana