”Ayo… ayo…, aneh tapi nyata. Ada orang Flores yang bisa menjadi putih! Ini pasti bisa masuk koran. Aneh tapi nyata,” tiba-tiba Antoni meneriakkan kalimat ini ketika bertemu saya, Kamis, 14 Desember kemarin di Mitra Mall. Disodorkannya selembar foto ukuran 4R yang sudah lecet kepada saya. “Nih, aneh kan, mana ada orang Flores jadi putih seperti ini,” katanya lagi.
Putih yang dimaksud Antoni adalah gambar bayi mungil yang didekapnya dengan – harus saya akui – perasaan sayang paling ekspresif sedunia yang pernah saya lihat. Kulit bayi lelaki itu memang berbeda 360 derajat dari kulit Antoni. Putih, bersih. Sementara ketika melihat Antoni, saya selalu teringat dengan bek tangguh klub Arsenal, Kolo Toure. ”Dia anakku. Aneh kan, orang Flores bisa punya anak seputih ini,” jawabnya ketika saya tanya siapa bayi berkulit putih yang di foto itu.
Antoni adalah Flores, dan dia sangat bangga mengakui hal itu kepada siapa pun. Dia juga pengecer koran: Seorang pengecer nyentrik yang dengan bantuan megaphone, selalu membacakan kutipan-kutipan dari headline koran dagangannya. Kehadirannya selalu ditunggu sekaligus dimuaki. Tapi kenapa Indonesia perlu seorang Antoni?
Jika Menteri Senior Singapuran Lee Kuan Yeuw mengatakan: dunia (baca Indonesia) tak perlu lagi seorang politikus, dunia perlu seorang pemimpin. Saya bersikeras Indonesia perlu seorang Antoni. Tidak Susilo Bambang Yudhoyono! Tidak Megawati! Tidak Gus Dur! Apalagi Walikota Batam Ahmad Dahlan! Dan bosnya wakil rakyat Batam “Romo” Soeryo Respationo! Atau bahkan si kecil yang selalu gemetaran jika ngomong: Ketua Otorita Batam Mustafa Wijaya. Indonesia, terkhusus Batam, perlu seorang pemimpin seperti Antoni. Seorang yang dengan fair sanggup menertawakan dirinya sendiri (Antoni selalu memposisikan diri sebagai seorang Flores yang katrok, bodoh, dan emosional) sekaligus terbuka dengan apa pun caci maki yang menghinggap dirinya. Seorang yang bersedia melakukan itu agar bisa selalu berakrab-akrab dengan siapa pun. Bercanda dengan siapa pun. Membuat gembira siapa pun. Meskipun mereka tak membeli koran dagangannya.
Tak bisa dipungkiri, Ahmad Dahlan merengkuh kursi walikota Batam karena berjualan “keperkasaan ke-Melayuannya”. Tapi pada akhirnya ketika jadi, nasib kampung-kampung tua Melayu tetap merana seperti sediakala. Bahkan di kampung kelahiran Dahlan sendiri, Batubesar, seorang kenalan pernah mengeluh pada saya. ”Hidup tambah susah. Masak pemerintah membiarkan usaha-usaha kerajinan kecil kita dimatikan orang-orang Korea.” Yang ngomong demikian seorang ibu rumahtangga Batubesar yang punya usaha dagang jual suvenir. Dua tahun terakhir, investor pukimak Korea mengobrak-abrik usaha orang Batubesar. Dengan modal tak seberapa mereka, orang-orang Korea itu memotong jalur rejeki warga Batubesar, dengan cara menggiring para turis ke toko mereka lewat jalur paket travel.
SBY jadi presiden hanya karena menjual ketidakberdayaan. Berimbal belas kasihan. Juga Megawati. Gus Dur yang lumayan oke memerintah, justru dijatuhkan orang-orang bodoh yang enggan kekuasaannya dijadikan bahan komedian Gus Dur. Romo Soeryo? Setali tiga uang, darah Jawanya selalu diumbar-umbar.
Jika Antoni maju mencalonkan diri sebagai walikota Batam 2011 mendatang, mungkin saya dengan senang hati mencabut status golput yang tersandang sejak pemilihan presiden yang memenangkan Gus Dur silam. Saya dengan senang hati akan datang ke tempat pemungutan suara, mencoblos wajah katrok Antoni. Saya tidak peduli Antoni, yang penampilan inteleknya sangat tidak meyakinkan, akan membawa Batam ke dunia dagelan. Saya hanya yakin, butuh seorang pemimpin yang dengan ikhlas mau berakrab-akrab dengan masyarakatnya. Mau menebar tawa. Terlebih, mau membuat bahagia masyarakatnya.
Batam tak butuh apa itu Melayu, Jawa, Flores, Batak, ataupun Tionghoa! Batam juga kagak perlu orang-orang keminter yang suka minteri! Batam (juga dunia) hanya perlu keikhlasan selaiak yang diperlihatkan Antoni (us).
Indonesia perlu seorang Antoni (us). Dia, Antoni, pengecer koran yang setiap hari berkeliling pusat-pusat belanja di daerah Batuaji, Batam. Daerah terkumuh, ter-katrok, juga setiap musim hujan terparah digelontor banjir. Tapi Antoni tidak memperdulikan semua itu. Berbekal megaphone dan seuntai tas hitam untuk menyimpan uang hasil jualan koran, siapa warga Batuaji yang tak kenal Antoni?
”Ayo… ayo…, aneh tapi nyata. Ada orang Flores yang bisa menjadi putih! Ini pasti bisa masuk koran. Aneh tapi nyata,” tiba-tiba Antoni meneriakkan kalimat ini ketika bertemu saya, Kamis, 14 Desember kemarin di Mitra Mall. Disodorkannya selembar foto ukuran 4R yang sudah lecet kepada saya. “Nih, aneh kan, mana ada orang Flores jadi putih seperti ini,” katanya lagi.
Putih yang dimaksud Antoni adalah gambar bayi mungil yang didekapnya dengan – harus saya akui – perasaan sayang paling ekspresif sedunia yang pernah saya lihat. Kulit bayi lelaki itu memang berbeda 360 derajat dari kulit Antoni. Putih, bersih. Sementara ketika melihat Antoni, saya selalu teringat dengan bek tangguh klub Arsenal, Kolo Toure. ”Dia anakku. Aneh kan, orang Flores bisa punya anak seputih ini,” jawabnya ketika saya tanya siapa bayi berkulit putih yang di foto itu.
Antoni adalah Flores, dan dia sangat bangga mengakui hal itu kepada siapa pun. Dia juga pengecer koran: Seorang pengecer nyentrik yang dengan bantuan megaphone, selalu membacakan kutipan-kutipan dari headline koran dagangannya. Kehadirannya selalu ditunggu sekaligus dimuaki. Tapi kenapa Indonesia perlu seorang Antoni?
Jika Menteri Senior Singapuran Lee Kuan Yeuw mengatakan: dunia (baca Indonesia) tak perlu lagi seorang politikus, dunia perlu seorang pemimpin. Saya bersikeras Indonesia perlu seorang Antoni. Tidak Susilo Bambang Yudhoyono! Tidak Megawati! Tidak Gus Dur! Apalagi Walikota Batam Ahmad Dahlan! Dan bosnya wakil rakyat Batam “Romo” Soeryo Respationo! Atau bahkan si kecil yang selalu gemetaran jika ngomong: Ketua Otorita Batam Mustafa Wijaya. Indonesia, terkhusus Batam, perlu seorang pemimpin seperti Antoni. Seorang yang dengan fair sanggup menertawakan dirinya sendiri (Antoni selalu memposisikan diri sebagai seorang Flores yang katrok, bodoh, dan emosional) sekaligus terbuka dengan apa pun caci maki yang menghinggap dirinya. Seorang yang bersedia melakukan itu agar bisa selalu berakrab-akrab dengan siapa pun. Bercanda dengan siapa pun. Membuat gembira siapa pun. Meskipun mereka tak membeli koran dagangannya.
Tak bisa dipungkiri, Ahmad Dahlan merengkuh kursi walikota Batam karena berjualan “keperkasaan ke-Melayuannya”. Tapi pada akhirnya ketika jadi, nasib kampung-kampung tua Melayu tetap merana seperti sediakala. Bahkan di kampung kelahiran Dahlan sendiri, Batubesar, seorang kenalan pernah mengeluh pada saya. ”Hidup tambah susah. Masak pemerintah membiarkan usaha-usaha kerajinan kecil kita dimatikan orang-orang Korea.” Yang ngomong demikian seorang ibu rumahtangga Batubesar yang punya usaha dagang jual suvenir. Dua tahun terakhir, investor pukimak Korea mengobrak-abrik usaha orang Batubesar. Dengan modal tak seberapa mereka, orang-orang Korea itu memotong jalur rejeki warga Batubesar, dengan cara menggiring para turis ke toko mereka lewat jalur paket travel.
SBY jadi presiden hanya karena menjual ketidakberdayaan. Berimbal belas kasihan. Juga Megawati. Gus Dur yang lumayan oke memerintah, justru dijatuhkan orang-orang bodoh yang enggan kekuasaannya dijadikan bahan komedian Gus Dur. Romo Soeryo? Setali tiga uang, darah Jawanya selalu diumbar-umbar.
Jika Antoni maju mencalonkan diri sebagai walikota Batam 2011 mendatang, mungkin saya dengan senang hati mencabut status golput yang tersandang sejak pemilihan presiden yang memenangkan Gus Dur silam. Saya dengan senang hati akan datang ke tempat pemungutan suara, mencoblos wajah katrok Antoni. Saya tidak peduli Antoni, yang penampilan inteleknya sangat tidak meyakinkan, akan membawa Batam ke dunia dagelan. Saya hanya yakin, butuh seorang pemimpin yang dengan ikhlas mau berakrab-akrab dengan masyarakatnya. Mau menebar tawa. Terlebih, mau membuat bahagia masyarakatnya.
Batam tak butuh apa itu Melayu, Jawa, Flores, Batak, ataupun Tionghoa! Batam juga kagak perlu orang-orang keminter yang suka minteri! Batam (juga dunia) hanya perlu keikhlasan selaiak yang diperlihatkan Antoni (us).