Sultan Yohana
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
Sultan Yohana
No Result
View All Result
Home Catatan Lepas Tentang Aku

Tanpa Cekikan di Changi

Sultan Yohana by Sultan Yohana
January 26, 2012
in Tentang Aku
0
Tanpa Cekikan di Changi
0
SHARES
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Kami dipaksa berdiri cukup lama: menunggu ada satu meja yang kosong yang ditinggalkan pembeli yang selesai makan siang. Di foodcourt lantai dasar Bandara Internasional Changi, jarum jam pada hari Sabtu (10/12/2011) belum pas betul di waktu istirahat makan siang. Kami: saya, Joanne dan Ken, baru saja terbebas dari kebosanan 2,5 jam penerbangan Bali-Singapura dengan pesawat budget rendah, Value Air. Telinga ini masih berdenging-denging karena tekanan udara, dan otot-otot masih kaku oleh kursi sempit antarpesawat. Namun perut ini lebih kencang berbunyi, lapar minta diisi.

Sialnya, puluhan kursi duduk di foodcourt Bandara Changi sudah penuh. Saya sempat iri ketika melihat seorang pria paruh baya, terlihat asyik menguasai satu kursi sofa seorang diri sembari memainkan telepon pintarnya. Dalam hati, semoga ia melihat ke arah kami, kemudian iba melihat berat bawaan kami plus bocah empat tahun yang sudah mulai mengeluarkan rengekan, hingga kemudian merelakan kursi sofa yang ditempatinya untuk kami. Tapi itu tidak terjadi.

Pundak ini serasa akan copot karena membawa ransel besar, ketika pada akhirnya, sebuah keluarga meninggalkan meja seusai menyelesaikan makanan. Saya cepat-cepat berdiri di samping meja yang belum sepenuhnya dibersihkan tersebut agar tak keduluan pengunjung lain. Tas berisi pakaian kotor kami dari backpacking empat hari di Bali, langsing saya taruh di kursi. akhirnya, dapat juga tempat duduk untuk makan siang.

Padat pengunjung, tidak hanya mengurapi foodcourd lantai dasar Changi yang memang bisa diakses bebas siapa pun orang. Riuh pun terlihat di resto-resto cepat saji seperti McD, KFC, maupun tempat makanan favorit saya, Ya Kun Kaya Toast yang roti bakar dan kopi O-nya selalu menggoyang lidah saya. Semuanya penuh. Sebagaian kursi tempat makan dipenuhi oleh karyawan-karyawan yang memang bekerja di Changi. Tapi, sebagian lagi disesaki oleh pengunjung domestik yang menjadikan Changi sebagai tujuan wisata akhir pekan. Saya perhatikan, banyak sekeluarga kecil dengan pakaian ala kadarnya, t-shir,celana pendek dan sandal jepit; yang akhir pekan itu berkunjung memadati Changi.

Si Ken, yang sedari tadi jengkel karena riuhnya bandara, kemudian mengambil duduk di kursi lainnya. Mengeluarkan mainan dari tas ranselnya, sesaat kemudian dia sudah sibuk dengan mobil-mobilannya. Istri memesan makanan: sup ikan plus nasi seharga 4 dolar (sekitar Rp28 ribu), dan makanan Korea kegemarannya. Sementara otak saya, cuma bisa memaki suasana terlalu krowded yang saya dapati di hampir semua penjuru Changi. Suasana seperti ini, memang kerap membuat saya tersiksa.

Telinga ini masih saja mendengung-dengung.

Di ujung jalan tadi, Ken sempat merengek minta main di playground yang ada di tengah bandara. Ia juga ngamuk ketika kami larang masuk toko mainan yang ada di koridor karena perut kami sudah teramat kering. Sebetulnya, saya sempat tergoda melihat t-shirt di toko-toko sandang yang menjual dagangan dengan diskon jor-joran. Harga yang saya perkirakan, lebih murah ketimbang yang ditawarkan di mal-mal lain di Singapura. Tapi renge’an perut ternyata lebih keras terdengar.

Changi seperti mal saja. Bahkan nyaris sama dengan mal-mal di daerah paling beken di Singapura, Orchard Road. Perputaran ekonomi di sini, tak hanya sekedar berhubungan dengan lalu-lintas penumpang pesawat atau layanan pesawat itu sendiri. Changi sudah seperti magnet ekonomi yang menawarkan hampir semua kebutuhan warga Singapura. Dari mulai sekedar roti bakar nyam-nyam yang ditawarkan Ya Kun Kaya Toast, hingga tas Hermes yang digemari Nunun Nurbaetie, buronan “lupa ingatan” yang baru ditangkap KPK di Bangkok itu. Belanja di Changi, kita tak terasa “dicekik” oleh harga yang tinggi.

Semua harga barang dagangan normal. Bahkan beberapa di antaranya lebih murah karena bebas pajak. Saya pernah membeli tas kamera di dalam Bandara Changi, lebih murah sekitar 20 dolar ketimbang harga di luar bandara.

Changi juga sudah seperti ruang publik sekaligus kawasan wisata – yang sebagiannya bisa dinikmati secara gratis – yang bisa dijadikan alternatif warga lokal untuk berakhir pekan. Mengajak keluarga mereka jalan-jalan ke sana. Bahkan pengelola di sana, menyediakan sarana pelajaran gratis seperti arena menggambar bagi anak-anak. Itulah kenapa, Changi menjadi salah satu tujuan darmawista pelajar taman kanak-kanan dan SD di Singapura.

Saya beberapa kali mengajak Ken jalan ke sana untuk sekedar membeli mainan atau makan siang. saya memilih di sana, salah satunya karena cukup dekat dengan tempat tinggal kami di Singapura. Dari tempat tinggal kami di Hougang ke Changi, hanya butuh 15 dolar naik taksi, atau sekitar 1 dolar per orang jika naik bus kota.

Inilah yang berbeda dengan bandara-bandara di Indonesia. Sebelum kami naik pesawat, di Bandara Ngurah Rai, kami terpaksa membeli satu set pakaian Ken dengan harga dua kali lipat dari harga pasaran. Dalam hati saya menggerutu, kenapa kami bisa lupa membeli pakaian Ken di pasar rakyat. Apalagi kualitas dan bahannya sama. Sepanjang koridor di dalam Ngurah Rai, toko-toko yang berdagang apa saja nyaris sepi dilongok pengunjung.

Di Bandara Hang Nadim sama saja. Saya dulu sering nongkrong di sini, karena saya pernah tinggal di Perumahan Rajawali. Sebuah toko roti dengan pelayannya yang masih muda, kerap menjadi tempat saya nongkrong. Di awal-awal saya ke sana, saya selalu mengeryitkan dahi ketika harus membayar sangat mahal sepotong roti dan secangkir kopi. Mahal banget. Namun harga itu lama-lama kemudian berubah menjadi biasa, ketika ia tahu bahwa saya tinggal di Rajawali dan kerap nongkrong di kedainya.

Harga “mencekik” yang dipasang para pedagang di bandara Indonesia, justru memberi trauma tersendiri bagi para calon penumpang pesawat yang ingin membeli. Bahkan orang berduit sekalipun, rasa-rasanya enggan mengeluarkan uang dua kali lipat untuk secangkir kopi yang bisa dibeli dengan harga biasa. Ujung-ujungnya, ekonomi pun berjalan seret, dan pemasukan bandara juga tidak maksimal. Jika sudah demikian, bagaimana ekonomi bisa berjalan baik?

Singapura, dengan Changi Airportnya, memberi pelajaran bagi pengelola bandara di Indonesia.

(sultan yohana)

Sultan Yohana

Sultan Yohana

Related Posts

Merencanakan Pensiun
Tentang Aku

Merencanakan Pensiun

November 1, 2023
Gigi Ompong dan Penyesalan yang Berhikmah
Tentang Aku

Gigi Ompong dan Penyesalan yang Berhikmah

April 30, 2023
Dari Gudig hingga Rebutan Cewek
Tentang Aku

Dari Gudig hingga Rebutan Cewek

October 10, 2017
Next Post
Nenek Barbie

Nenek Barbie

Mahalnya Ketek Orang Singapura

WIS: Waktu Indonesia Santai*

WIS: Waktu Indonesia Santai*

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Me

Rekomendasi

Ruang Merokok di Orchard Road

Ruang Merokok di Orchard Road

2 years ago
Obat Awet Muda

Obat Awet Muda

2 years ago
Dua Poster Sakit Mental

Dua Poster Sakit Mental

1 year ago
Tapis yang tak Lagi Gratis

Tapis yang tak Lagi Gratis

15 years ago

Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Kategori

  • Batam
  • Bolaisme
  • Catatan Bola
  • Catatan Lepas
  • Catatan Publik
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
  • Humaniora
  • Indonesiaku
  • Jurnalisme
  • Kultur
  • Ngalor Ngidul
  • Politisasi
  • Review
  • Sastra
  • Singapura
  • Tentang Aku
  • Video

Topics

Abdul Gofur Air minum Alas kaki Batam Bule Catatan Cerita Dollar Efisiensi Ekor panjang Fasilitas Foto Gadis China Gaji Honor Humaniora Indonesia Jatim Johor Karyawan Kedai Kucing Kurs Mahal Malang Malaysia Masjid Menteri Monyet Mudik Pengemis Photo Premanisme rasa singapura Rezeki Rupiah Sejarah Sepakbola Sepeda Singapore Singapura Taipei Taiwan Tanjungpinang Warung
No Result
View All Result

Highlights

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Kucing-kucing Mudik

Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki

“Seteguk Air Dingin”: dari budaya baik bule di Singapura

Trending

Kita Adalah Orangtua Kandung Premanisme: dan dua buku yang menjelaskan fenomena premanisme
Catatan Lepas

Kita Adalah Orangtua Kandung Premanisme: dan dua buku yang menjelaskan fenomena premanisme

by Sultan Yohana
May 26, 2025
0

SAYA membaca laporan Majalah Tempo pekan ini, "Oke Gas, Hercules". Tentang premanisme, terutama tentang sepakterjang Herkules dengan...

Bolehkan Mencuri Sesuatu yang Mubadzir?

Bolehkan Mencuri Sesuatu yang Mubadzir?

May 19, 2025
Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju

Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju

May 13, 2025
Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

May 3, 2025
Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

April 20, 2025
Sultan Yohana

© 2023 Sultan Yohana

Kunjungi Juga

  • Tentang Saya
  • Privacy Policy
  • Kontak

Ikuti Saya

No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek

© 2023 Sultan Yohana