: dan kenapa kita harus mengenalnya.
Orang yang terbiasa perutnya kosong, dan mengobservasi rasa laparnya itu, pasti akan bisa membedakan beberapa jenis lapar ini. Yang dalam bahasa Jawa (bahasa Jawa Timuran versi pergaulan saya), jenis-jenisnya punya sebutan khusus (saya belum bisa menemukan padanannya dalam satu kata di bahasa Indonesia). Tiga derajat rasa lapar – setidaknya menurut pengalaman saya yang memang kenyang pengalaman berlapar-lapar ria ini – punya penanganan yang berbeda-beda. Salah urus, Anda akan terjerumus dalam kegemukan.
1.Luwe
Kalau ada orang bertamu, masuk dapur tetangganya, kemudian bertanya, “Kok ‘luwe’ wetengku, ono sing iso dipangan ora? (Kok perut saya lapar, apakah ada sesuatu yang bisa dimakan?)”, berarti dia tidak benar-benar lapar. Perutnya tidak butuh makan besar, tidak perlu sepiring penuh nasi berserta lauknya. Sepotong singkong goreng beserta secangkir kopi tubruk mungkin cukup untuk mengatasi rasa ‘luwe‘ di perut ini. Karena memang, jika seorang merasa ‘luwe‘, dia tidak benar-benar lapar. Lapar perutnya, tak jarang cuma karena mulut ingin menikmati sesuatu saja.
Rasa ‘luwe‘ ini, biasanya datang di jam-jam “nyleneh”. Misalnya datang ketika pukul sebelas pagi, pukul tiga sore, atau bahkan satu jam setelah makan siang atau malam. Rasa ‘luwe‘ ini, bagi saya sangat berbahaya, jika kita menyikapinya secara sembrono. Orang yang salah urus, suka mengasihani diri sendiri, dan lebay, biasanya jika datang rasa ‘luwe‘ ini, akan merelakan diri untuk kembali menyantap makanan utama; makan besar lagi. Kalori yang sebetulnya belum terlalu dibutuhkan tubuh, masuk ke tubuh lagi. Bayangkan jika tiap hari, kita merasa ‘luwe‘, berapa jumlah kalori yang tersimpan dalam sebulannya? Setahunnya? Hmmm…
Saya punya sedikit tips sehat dan menyegarkan untuk mengatasi ‘luwe‘ ini. Minum air putih sampai kenyang. Air putih, seperti yang saya yakini, selain bisa “membersihkan” tubuh, juga bisa menahan lapar, setidaknya sampai waktu makan benar-benar datang. Untuk itu, biasakan selalu ada botol berisi air putih di manapun Anda berada. Jika rasa ‘luwe‘ datang, langsung saja glegek isinya, sebelum mulut tergoda mengincip yang lain. Silahkan dicoba.
2. Kemrucuk
“Isuk-isuk weteng wes ‘kemrucuk’. Koyok’e kudu diisi sek, sakgurunge macul.” Kalau di-Bahasa Indonesikan kira-kira begini; “Pagi-pagi kok perut sudah keroncongan, kayaknya harus diisi dulu sebelum nyangkul”. Ya, ‘kemrucuk‘ adalah setingkat derajat dari ‘luwe‘. Ketika rasa ‘kemrucuk‘ datang, ini adalah rasa lapar disertai perut yang sedikit nyeri (dan biasa mengeluarkan suara “krucuk-kcuruk“) karena lapar. Bagi saya, ini adalah mekanisme sangat cerdas dari tubuh, yang meminta diisi dengan energi, dengan kalori. Sepiring nasi beserta lauk secukupnya, air putih secukupnya, adalah cara terbaik bagi kita untuk mengatasi rasa ‘kemrucuk‘ ini.
Tapi ingat, makan kekenyangan justru akan membuat tubuh berat, malas digerakkan, dan ujung-ujungnya ngantuk tidur. Untuk mengatasi ngantuk setelah kekenyangan makan ini, orang terkadang “mendoping” tubuh dengan secangkir kopi.
Karena selera kopi orang Indonesia yang biasanya manis banget, kalori pun otomatis bertambah. Bagi mereka yang kerjanya banyak duduk di kantoran, jelas kelebihan ini sangat berbahaya. Sudah makan penuh kalori, masih ditambah kopi berkalori. Apa ndak dobel-dobel energi kita? Tapi, lha kok energinya cuma dipakai duduk? Membengkaklah tubuh kita.
3. Kaliren
Ini adalah derajat tertinggi dari rasa lapar. Biasanya diselipkan dalam kalimat hiperbola, seperti ini; “Gendeng, manganmu koyok wong ‘kaliren’, koyok gak ketemu sego sak ulan wae, Cak!”. Ya, ‘kaliren‘ ini adalah situasi ketika tubuh betul-betul hampir kolaps, membutuhkan sangat banyak asupan makanan setelah melakukan aktivitas yang sangat berat, atau setelah keluar dari situasi berat, dan untuk beberapa waktu tertentu tidak makan. Orang yang ‘kaliren‘, biasanya akan menyantap apa saja yang ditemuinya, secara membabi-buta. Secara ugal-ugalan. Kalau orang sudah ‘kaliren‘, silahkan makan sekuatnya, lalu istirahat, dan nikmati hidup Anda. Tokh, rasa “kaliren’ ini sangat jarang terjadi. Tapi kalau ada orang ‘kaliren’ tiap hari, itu namanya rakus bin serakah.
Luwe, kemrucuk, dan kaliren…, bahkan nenek moyang kita sejak dulu, telah mengklasifikasikan dengan sangat baik, jenis-jenis rasa lapar itu. Dan, tentu kita, perlu mengetahui cara menangani yang pas untuk jenis-jenis itu. Sebagaimana nenek moyang kita, yang jarang sekali kena obesitas, kencing manis, darah tinggi, apalagi sampai stroke.