Sultan Yohana
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
Sultan Yohana
No Result
View All Result
Home Catatan Lepas Ngalor Ngidul

(Lagi-lagi) Tambah Ongkos Lagi

Sultan Yohana by Sultan Yohana
September 13, 2017
in Ngalor Ngidul
0
(Lagi-lagi) Tambah Ongkos Lagi
0
SHARES
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

: Jalan tol, jalannya orang kaya saja.

Pikiran soal jalan tol ini, entah…, kenapa tiba-tiba muncul saat menumpang bus Singapura-Ipoh, yang memang membosankan itu; kurang lebih sembilan jam lamanya. Kami sekeluarga ke Malaysia pada 6 September 2017 lalu, untuk liburan sekolah. Nyaris sepanjang perjalanan sepanajang 550 kilometer, bus melewati jalan tol, tapi kebetulannya, nyaris juga di pinggir jalan tol itu, jalan raya umum yang memanjang mengikuti jalur jalan tol ikut berbagi cerita: memberi gambaran tentang pembangunan di Malaysia. Bukankah indikator terbaik untuk melihat maju tidaknya satu masyarakat, adalah melihat jalan umumnya? Jika banyak pelanggaran dan ketidakadilan di jalan raya, berarti masyarakat itu kehidupannya ndak adil.

Sudah bawaan orok: bukannya memilih tidur manis (saya memang kesulitan tidur jika tubuh tidak merebah), mata saya yang tidak pernah bisa diam, memang selalu berusaha menemukan “ini-itu” yang bisa untuk direnungkan. Dituliskan di blog. Syukur-syukur berbagi cerita atau ide dengan kawan-kawan Facebook.

Jalan tol di Malaysia bagus banget. Tapi, saya tidak heran. Kalau jalan tol bagus, ya tentu itu wajar. Bukankah untuk bisa mengakses tol, kita perlu “tambah ongkos lagi”. Saya mengistilahkan jalan tol ini sebagai “jalan swasta”, bukan jalan umum. Bukan jalan masyarakat. Bukan jalannya orang melarat, karena sepeda motor dilarang lewat, cikar tidak boleh masuk, dan tukang becak tak bisa membawa penumpangnya ke sana. Jalan tol bukan pula jalan publik, karena pengamen jalanan dilarang masuk. PKL-PLK (pedagang kaki lima) dilarang berjualan.

Bukankah, di Indonesia, banyak jalan tol yang memang dimiliki perusahaan swasta? Atau minimal investornya dari swasta. Karena itu, untuk bisa menikmati jalan tol harus bayar, untuk pemasukan yang akan disetorkan ke investor. Sama bayarnya ketika kita beli kopi di Starbuck. Atau beli kolor di Pasar Besar; meski bebas milih, kalau dibawa pulang tetap harus bayar. Kalau ndak bayar, siap-siap saja digebuki orang sepasar.

Jadi, ijinkan saya menyebut jalan tol sebagai “jalan swasta” ya. Jalannya orang-orang kaya! Atau yang merasa atau pura-pura kaya lah. Hehehe.

Jalan tol tidak bisa dijadikan ukuran keberhasilan pembangunan, karena siapa pun yang punya uang bisa membuatnya. Jalan tol juga cuma mengakomodasi kepentingan golongan tertentu saja. Tidak seharusnya Pemerintah Indonesia “menumpang kesuksesan” hanya karena sekarang banyak dibangun jalan tol. Pajak-pajak yang sekarang begitu gila ditagih (seharusnya pemerintah juga kudu SANGAT malu soal pemenuhan kewajibannya), tidak seharusnya untuk membangun jalan tol.

Boleh membangun jalan tol. Tapi, jalan raya umum yang seharusnya diprioritaskan dibangun. Diperbaiki, dilebarkan, ditata baik. Karena jalan raya umum inilah yang bisa dinikmati semua orang, miskin atau kaya, yang naik cikar maupun luxury car.

Oh ya, kalau tidak tahu arti apa itu cikar? Itu lho, gerobak yang ditarik sapi atau lembu. Di kampung saya, dulu biasa dipakai untung mengangkut tebu atau batu bata.

Jalan raya umum di Malaysia bagus-bagus. Selain besar dan tidak ada banyak lobang, jalinannya masuk hingga pelosok-pelosok gunung, untuk menjangkau petani-petani dan warga. Tahun 2006 saya pergi ke Sabah, jalanan di sana juga mulus-mulus. Tahun 2010 kami ke Sarawak dan bahkan jalan-jalan hingga mendekati perbatasan Kalimantan. Di sana, juga jalan-jalan umumnya bagus, mulus, lebar. Hampir setiap tahun pula, kami pelesir ke kota-kota di seantero Malaysia.

Yang paling membedakan jalan raya umum dan jalan tol di Malaysia, paling cuma macetnya dan lampu-lampu merah. Serta perempatan-perempatan jalan.

Mengurai kemacetan di Indonesia, tidak dengan membangun banyak jalan tol. Selain memperbaiki jalan umum biasa, pajak-pajak yang dikumpulkan seharusnya diprioritaskan untuk membangun angkutan publik yang sangat baik, murah, nyaman, serta menjangkau semua masyarakat. Juga memberi pajak dan harga PALING MAHAL untuk setiap kendaraan pribadi yang menyumbang macet dan polusi, bukan malah mengobralnya.

Jalan tol bagus itu memang seharusnya. Lha wong, (lagi-lagi) kudu tambah ongkos lagi….

FOTO: Jalan tol di Malaysia yang bisa diakses motor.

Sultan Yohana

Sultan Yohana

Related Posts

Fotografer se-Model Apa Anda?
Ngalor Ngidul

Fotografer se-Model Apa Anda?

January 19, 2016
Masihkah Anda Berpikir Habibie Seorang Jenius?
Ngalor Ngidul

Masihkah Anda Berpikir Habibie Seorang Jenius?

April 16, 2014
Wajah Anda Penjilat atau Tukang Telat?
Ngalor Ngidul

Wajah Anda Penjilat atau Tukang Telat?

October 17, 2011
Next Post
Politik(us) & Komunis

Politik(us) & Komunis

Dari Gudig hingga Rebutan Cewek

Dari Gudig hingga Rebutan Cewek

Kejamnya dengan Uang

Kejamnya dengan Uang

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Me

Rekomendasi

Kicau Kepodang

Kicau Kepodang

13 years ago
Mimpi 5/8: Pengawas PNS

Mimpi 5/8: Pengawas PNS

13 years ago
Nyetrit dengan Zeiss 24mm

Nyetrit dengan Zeiss 24mm

1810 years ago
Bagaimana Jika Rejekimu Datang Setahun Sekali?

Bagaimana Jika Rejekimu Datang Setahun Sekali?

4 months ago

Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Kategori

  • Batam
  • Bolaisme
  • Catatan Bola
  • Catatan Lepas
  • Catatan Publik
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
  • Humaniora
  • Indonesiaku
  • Jurnalisme
  • Kultur
  • Ngalor Ngidul
  • Politisasi
  • Review
  • Sastra
  • Singapura
  • Tentang Aku
  • Video

Topics

Abdul Gofur Air minum Alas kaki Batam Bule Catatan Cerita Dollar Efisiensi Ekor panjang Fasilitas Foto Gadis China Gaji Honor Humaniora Indonesia Jatim Johor Karyawan Kedai Kucing Kurs Mahal Malang Malaysia Masjid Menteri Monyet Mudik Pengemis Photo Premanisme rasa singapura Rezeki Rupiah Sejarah Sepakbola Sepeda Singapore Singapura Taipei Taiwan Tanjungpinang Warung
No Result
View All Result

Highlights

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Kucing-kucing Mudik

Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki

“Seteguk Air Dingin”: dari budaya baik bule di Singapura

Trending

Kita Adalah Orangtua Kandung Premanisme: dan dua buku yang menjelaskan fenomena premanisme
Catatan Lepas

Kita Adalah Orangtua Kandung Premanisme: dan dua buku yang menjelaskan fenomena premanisme

by Sultan Yohana
May 26, 2025
0

SAYA membaca laporan Majalah Tempo pekan ini, "Oke Gas, Hercules". Tentang premanisme, terutama tentang sepakterjang Herkules dengan...

Bolehkan Mencuri Sesuatu yang Mubadzir?

Bolehkan Mencuri Sesuatu yang Mubadzir?

May 19, 2025
Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju

Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju

May 13, 2025
Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

May 3, 2025
Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

April 20, 2025
Sultan Yohana

© 2023 Sultan Yohana

Kunjungi Juga

  • Tentang Saya
  • Privacy Policy
  • Kontak

Ikuti Saya

No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek

© 2023 Sultan Yohana