Kenapa Kita Harus Hati-hati Sharing Berita/Artikel.
Sharing, atau berbagi tautan berita-berita di Facebook? Untuk kegiatan yang satu ini, saya mungkin bisa menunjukkan contoh paling mutakhir dan populer saat ini: Mas Jonru. Tokoh fenomenal, dan sepak-terjangnya di dunia maya, terutama kegemarannya menaut-nautkan berita-berita di Facebook pribadinya, kerap menghebohkan, mengundang pro-kontra. Memunculkan rasa suka dan benci dari berbagai kalangan.
Apa yang dilakukan Jonru sebetulnya adalah hal “sederhana” yang biasa dilakukan banyak orang yang aktif di dunia maya. Terutama pemilik akun Facebook. Sharing berita lewat halaman Facebooknya, sembari membumbuinya dengan OPINI pribadi yang biasanya mengiringi berita yang di-share. Pengikut Jonru yang berjumlah ribuan – dengan berbagai macam perbedaan latarbelakang kesadaran, pendidikan, pemahaman atas sebuah konteks – kemudian ikut berkomentar, berdiskusi, atau banyak pula yang memilih saling caci-maki. Ada manfaat, tapi saya berpikir, lebih banyak mudharatnya.
Kenapa lebih banyak hal buruk/mudharatnya?
Sharing artikel positif seperti info kesehatan, info tekhnologi, resep-resep makanan, tips-tips sederhana seputar memperbaiki perabut; jelas sangat baik dan bermanfaat. Tapi sharing sebuah berita (apalagi berita jenis straight news/langsung) butuh KEWASPADAAN dan KEBIJAKSANAAN KHUSUS. Apalagi ketika orang yang men-share memberi opini pribadi pada berita yang ditautkannya. Mari kita cari tahu kenapa lebih banyak keburukannya.
JURNALIS vs BLOGGER/FACEBOOKER
JURNALIS atau wartawan adalah sebuah profesi. Gampangannya, mereka bekerja untuk menyusun berita atau artikel dari perusahaan media yang mempekerjakannya. Ada banyak syarat yang harus dipenuhi seorang jurnalis ketika menyusun berita. Saya jelaskan dengan sederhana begini; wartawan mendapat informasi awal yang dianggap layak dijadikan berita. Mereka kemudian berburu informasi lanjutan untuk melengkapinya. Memastikan informasi tersebut valid atau tidaknya, wartawan harus melakukan KONFIRMASI kepada pihak atau orang-orang yang berkepentingan/terlibat di dalam berita yang dia susun. Sebuah berita yang BAIK dari media yang baik, ketika sudah dipublikasi, biasanya sudah memenuhi unsur-unsur jurnalistik, serta berimbang.
Perlu proses yang cukup panjang bagi seorang jurnalis untuk menyusun berita yang layak saji. Tidak itu saja, berita tersebut masih harus melalui saringan meja-meja redaktur/editor sebelum bisa dipublikasikan. Para redaktur/editor, bertanggungjawab untuk memastikan apakah berita yang ditulis wartawannya sudah memenuhi kaidah jurnalistik, apakah beritanya BERBAHAYA (bebas unsur SARA/menghasut) atau tidak, serta pertimbangan-pertimbangan lainnya yang tak kalah penting. Terlepas media yang akan mempublikasikan beritanya berupa media cetak atau on-line, berita harus memenuhi kaidah jurnalistik sebelum dipublikasi. Tidak ada tawar menawar!
Biasanya, produk berita dari media yang baik dan terpercaya, ketika dipublikasi sudah memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik tadi. Selain kaidah jurnalistik, sebuah artikel atau berita produk dari jurnalistik yang baik, harus jauh dari opini penulisnya. OPINI dalam satu berita, adalah salah satu hal yang DIHARAMKAN di dunia jurnalistik.
Kaidah jurnalistik sendiri, adalah sebuah aturan yang sudah disepakati bersama, dan mendapat perlindungan hukum dari negara.
Sementara BLOGGER, biasanya menulis artikel sesuai dengan keinginan pribadinya. Tidak harus memenuhi unsur jurnalistik, karena memang ini merupakan pandangan personal. Tapi, sebagai masyarakat sosial yang interaksinya lewat media sosial, tentu saja seorang blogger tidak bisa SEENAK UDELnya menulis cara pandang pribadinya. Setidaknya tidak boleh menulis artikel yang berpotensi memicu kerusuhan SARA, fitnah, dls. Saat ini, sudah ada undang-undang yang bisa memungkinkan seorang blogger diseret ke penjara. Di antaranya pasal pencemaran nama baik.
FACEBOOKER lain lagi. Facebooker di sini, yang saya maksudkan adalah mereka yang gemar menaut-nautkan atau sharing berita seperti yang biasa dilakukan Om Jonru. Men-share atau menautkan berita, meski lewat halaman pribadi di Facebook, berarti ikut serta dalam mempublikasi atau menyebarluaskan berita tersebut. Tentu saja kegiatan ini umum, dan tidak menjadi persoalan besar, jika orang yang menautkan artikel TIDAK mencapuradukkannya dengan OPINI pribadi. Lebih parah lagi, ketika Facebooker punya ribuan pengikut. Kegiatan sharing berita bahkan bisa menjurus FITNAH jika berita yang disharing tidak memenuhi kaidah jurnalistik, sumber beritanya tidak jelas, datanya tidak akurat, serta berisi hasutan menyebar kebencian atau berbuat jahat.
Facebooker tanpa pengaruh, dan sekedar menautkan berita di wall mereka, mungkin tak berimplikasi apa pun selain membantu menyebarkan informasi. Sebaliknya, akan berakibat besar jika yang menautkan adalah tokoh populer yang banyak pengikutnya. Kesalahan TERBESAR yang dilakukan Facebooker atau “Jonru-Jonru” masakini adalah, MENYISIPKAN/MEMBERI OPINI pribadi pada tautan berita yang dipilihnya.
Saya contohkan misalnya berita tentang “Kren jatuh di Mekkah” serta berita seremonial “Presiden Jokowi yang pergi Berhaji”; yang kebetulan berlangsung secara hampir bersamaan. Kedua berita ini adalah berita informatif biasa, ditulis oleh wartawan untuk sekedar memberi informasi ada dua kejadian/kegiatan. Tidak ada hal yang luar biasa pada berita yang disiarkan berbagai media on-line tersebut.
Tapi, berita itu kemudian seolah BERUBAH KONTENnya, ketika ada Facebooker menautkan dan MENYISIPKAN OPINI pribadinya. Seolah-olah kedua “berita biasa” itu terkait satu sama lain. Akibatnya, kedua berita itu menjadi rancu, bahkan menjurus FITNAH, karena ada Facebooker yang berusaha membuat banyak pihak percaya kedua “berita biasa” itu berhubungan. Hal seperti ini jelas, berbahaya, bukan!
Ini ibarat Anda mencampur cairan alkohol 90% ke dalam jus jeruk yang Anda suguhkan pada tamu Anda. Dan setelah, tamu Anda klenger, Anda menuding jusnya atau alkoholnya yang salah karena menyebabkan mabuk. Padahal Anda yang geblek, alkohol yang gunanya untuk bersihkan sesuatu, kok malah disuguhkan kepada tamu untuk diminum?!!
PERBEDAAN paling mendasar antara jurnalis dan blogger/facebooker adalah, jika profesi jurnalis dilakukan untuk mencari nafkah (makanya harus meminimalkan kesalahan), sementara bloggger/facebooker lebih banyak untuk “bersenang-senang”, cari muka, cari like, cari sensasi. Perbedaan ini jelas memberi perbedaan tujuan mendasar.
Untuk membuat sebuah berita yang baik, seorang wartawan harus pontang-panting lari sini-sana kejar data dan konfirmasi. Tapi seorang tukang sharing, hanya butuh pulsa untuk sesuatu yang efeknya bisa luar biasa merusak.
***
Jaman ini memang jaman fitnah. Jaman ketika orang-orang yang bahkan tak paham dan tidak berusaha mencari tahu informasi apa yang ada di genggamannya, kemudian dengan seenak udelnya sharing ke media sosial, sambil merusaknya dengan opini pribadi. Bagi banyak orang, perbuatan seperti ini mungkin dianggap tidak berdosa, dianggap hak pribadi. Mereka lupa, bahwa media sosial, sama seperti halnya media-media massa jenis lainnya: berhubungan dengan publik, yang tentu saja, punya tanggungjawab publik.
Anda mungkin bisa memaki, berteriak-teriak seenak perut sampai suara serak, berkata-kata kotor: tapi cukup di buku tulis harian Anda, atau di dalam kamar pribadi Anda, tanpa perlu orang lain tahu. Kalau yang ini, memang menjadi hak Anda!
Berbagi kebahagian, setidaknya akan mendatangkan senyuman. Tapi, berbagi kebencian, sekecil apa pun itu, akan mendatangkan kebencian yang lebih besar. Ayo, berhati-hatilah sharing artikel/berita. Sharinglah artikel/berita yang sudah memenuhi kaidah jurnalistik yang baik. Artikel yang informatif. Atau tulisan-tulisan positif yang bernada positif. Atau minimal, jika tidak bisa, berdagang saja lewat media sosial. Untung didapat, pulsa tak mubadzir pula.
Internet, dan di dalamnya termasuk media sosial; itu seperti hutan belantara, dan kita bisa dibuat tersesat di dalamnya oleh lautan informasi yang tak semua bisa kita cerna dengan otak kita yang terbatas.
NOTE:
– Tulisan ini tidak membahas Jonru secara khusus, tapi membahas tentang fenomena kegemaran sharing banyak orang di media sosial.
– Ilustrasi minjam punyanya blueclaw.