: Subsidi bagi berpenghasilan 60 Juta ke bawah
Saat orientasi sekolah TK negeri anak ragil saya, Zak, 29 Desember 2015 lalu, si kepala sekolah menawarkan pada saya untuk mengikuti program Kindergarten Financial Assistance Scheme (KIFAS). Bahasa mudahnya, program subsidi sekolah. “Jika keluarga Anda punya menghasilan tak lebih dari 6.000 per bulan, ambil saja program ini. Pemerintah sudah menganggarkan dananya. Sayang kalau tidak diambil, tidak ada gunanya pula kami mempersulit (pemberian subsidi),” kata si kepala sekolah, perempuan muda berjilbab dan punya nama Tionghoa.
Sebelumnya, saat mendaftarkan Zak ke sekolah beberapa bulan lalu, kami juga sudah diberitahu soal program subsidi ini. Subsidi diberikan kepada keluarga yang punya penghasilan di bawah 6.000 dolar (mendekati Rp60 juta) per bulan. Busyet dah Singapura ini! Angka 60 juta ini, kalau di Indonesia mungkin penghasilan rata-rata seorang manajer.
Tapi dengan catatan, penghasilan itu untuk minimal empat anggota keluarga. Kalau 6.000 dolar cuma untuk seorang bujang atau suami istri, itu mah tergolong “wah”, dan ndak perlu disubsidi.
Setelah kami hitung, dari 170 dolar SPP per bulan uang sekolah Zak, kami akan mendapat potongan sebesar 55 dolar. Lumayan, setahun kami bisa menghemat kurang lebih Rp6,5 juta. Potongan itu sendiri, tergantung besarnya penghasilan setiap keluarga. Keluarga yang punya penghasilan 2.500 ke bawah, berhak mendapat subsidi hingga 99 persen! Jadi mereka cuma membayar 10 dolar saja per bulan.
Prosedur mendapatkan subsidi juga sangat-sangat mudah. Kami hanya harus menyerahkan identitas diri setiap anggota keluarga, dan karena penghasilan saya tak menentu, saya diwajibkan untuk mengambil sumpah di pengadilan atau notaris yang ditunjuk. Tanggal 29 Desember 2015 saya datang ke Pengadilan Singapura. Caranya pun begitu gampang. Seorang petugas penyumpah, perempuan Melayu berjilbab krubut yang ramah, membaca surat pernyataan yang sebelumnya kami buat. Mengoreksinya, dan kemudian menegaskan pada saya tentang pernyataan saya. Saya sempat beberapa kali menegaskan, “penghasilan saya tidak menentu. Kadang banyak, kadang sedikit”. Dan saya juga menjelaskan mengenai keabsahan sumpah, jika misalnya saya kemudian bekerja dan mempunya penghasilan lebih dari yang saya sebutkan. “Jangan kuatir,” kata dia. “Anda tinggal datang ke sekolah untuk mencabut subsidi yang Anda ajukan, atau membuat sumpah baru jika diperlukan.”
Beres urusan sumpah-sumpahan, semua file kemudian saya berikan ke pihak sekolah. Mereka memeriksa, tak sampai lima menit, BERES!. “Jangkrik,” pikir saya. Begitu mudahnya. Begitu sederhananya. Saya tiba-tiba teringat bagiamana perjuangan kakak saya, memperoleh beasiswa sewaktu SMP hingga kuliah, yang harus pontang-panting ke sana-sini, lari sana-sono, dan dengan sejumlah syarat yang terkadang “ndak masuk akal”, salah satunya penerima beasiswa haruslah anak pintar. Ujung-ujungnya (juga terjadi di era saya), yang mendapatkan beasiswa justru anak-anak pintar dari keluarga mampu.
Bukankah sekolah dibuka untuk orang yang tidak pintar? dan Subsidi diberikan untuk orang yang kurang mampu? Kalau sudah pintar, NGAPAIN SEKOLAH!
Untuk SD hingga SMA, tidak ada program seperti KIFAS, mengingat SPP yang dibebankan kepada setiap siswa, hampir-hampir tidak ada/bisa dikesampingkan (anak saya Ken – kelas 3 SD – cuma bayar 6 dolar per bulan). Namun setiap siswa SD hingga SMA, bisa meminta subsidi untuk biaya buku, seragam, ke pemerintah. Bahkan, seorang kenalan saya, anaknya mendapat subsidi berupa pemberian uang saku yang jumlahnya hingga ratusan dolar per bulan. Tidak peduli si siswa/anak pintar atau “berotak udang”, jika memang tidak mampu bisa mendapatkan subsidi.
Saat menyusun tulisan ini, saya tiba-tiba ingat obrolan saya dengan rekan lama, Hasan Aspahani, yang Tahun Baru kemarin numpang nginap di rumah saya. “Singapura ini, (memanglah) Kapitalis sosialis,” katanya. Maksudnya, Singapura, serasa sebagai negeri kapitalis untuk orang-orang kaya (dan juga sok kaya), namun menjadi sosialis untuk rakyat kurang mampu. Jadi, jangan sok kaya di Singapura! Jangan sok-sok nekat beli mobil! Jangan sok-sok hidup royal, jika tidak benar-benar kaya! Atau Anda akan “dipermak” habis oleh pemerintah!