Awal tahun 2022, seporsi makanan vegetarian di foto ini bisa saya tebus cuma dengan $2 dolar saja. Setangkup nasi coklat lengkap dengan dua lauk dan satu sayur. Kedai penjualnya, ada di pujasera dekat rumah kami, di Ang Mo Kio, Singapura. Saya telah melanggani mereka, setidaknya selama 10 tahun terakhir.
Selain porsinya yang ngepas di perut saya – hingga tidak menghasilkan sisa, masakan full vegetariannya juga bisa “menggoyang” lidah. Lezat. Serasa tidak makan makanan vegetarian. Di pujasera itu, menu vegetarian itu telah menjadi makanan favorit saya, selain carrot cake dari kedai lain yang enak-gila rasanya.
Akhir tahun 2022, ketika inflasi sedang meroket, si pemilik kedai terpaksa menaikkan sepiring makanan rata-rata $50 sen. Kenaikan inflasi itu, tentu saja dipicu perang Ukraina yang tak kunjung beres. Siang tadi, 13/5/2023, saya kudu bayar $3 dolar untuk seporsi makanan yang ada di foto ini. Naik $1 dolar dari sebelum perang Ukraina dimulai.
Dalam 10 tahun saya melanggan, baru setahun terakhir ini mereka menaikkan harga sebanyak dua kali.
Harga yang masih sangat murah, sebetulnya. Jika dibandingkan rata-rata makanan di Singapura yang harganya kini kian menggila. Jika Anda ke Singapura, mungkin Anda akan SANGAT kesulitan menemukan seporsi makan seharga $5 atau $6 dolar dijual di pujasera-pujasera di mal-mal. Rata-rata kini, sudah merangkak naik di atas $7 dolar per piring.
Itu baru perang Ukraina-Rusia, negara yang notabene tidak terlalu punya hubungan dengan Singapura. Saya membayangkan betapa menderitanya Singapura, jika yang terlibat konfrontasi langsung adalah China. Negara yang menjadi pemasok utama sebagian besar kebutuhan pokok orang Singapura. Bisa-bisa sepiring nasi bisa meroket menjadi Rp200 ribu.
Sepiring nasi, bisa mengisahkan banyak hal. Siang ini, saya menyaksikan perang di piring nasi vegetarian yang hendak saya santap.