“Hallo…hallo…? Oke! Sudah awak kirem. Baru saja Si Sapar berangkat pakek motor. Nggak banyak dapatnya hari ini. Tapi mantep-mantep sotongnya.” Zaid Mansur berhalo-halo pakek HP sembari memeriksa jala yang semalaman dipakainya untuk melaut. Nelayan Pulau Galang, sekitar 50 kilo dari Batam ini, sambat. Berkeluh kesah. Beberapa bulan terakhir, tangkapan ikannya berkurang. ”Mungkin karena musimnya lagi nggak baik,” katanya.
“Untung ada hape, hehehe..” Lho apa hubungannya? “Jadi tak perlu jauh-jauh ke Batam untuk setor tangkapan,” kata Zaid lagi.
Ya, Zaid memang enggan setor hasil tangkapannya kepada pengepul yang biasa mendatangi nelayan. Alasannya, harganya itu yang jauh dari pasaran. ”Kalau tangkapan saya ini, biasanya saya jual langsung pada rumah-rumah makan. Mereka mendapat barang yang dijamin kesegarannya, dan saya dapat harga yang memadai,” tambah Zaid lagi.
Jarak sekitar 50 kilo, bukan menjadi halangan bagi Zaid. Sekali pencet nomor di telepon Panasonik G-68 miliknya yang sudah ‘kumal’, beberapa saat kemudian, adiknya, Saparuddin, sudah bisa tahu, ke mana pesanan harus diantar.
Kring…kringi..kring… “Ya, Zaid! Ada apa lagi? Uangnya, biar aku yang ambil sendiri, nanti, sekalian aja.Jangan kasih Si Sapar. OK!”
Untung ada hape.
(yoh)