: Pura-pura Mereview Sony Carl Zeiss Sonnor T* 24mm F1.8 ZA
Kali ini saya dapat dagangan Sony Carl Zeiss Sonnor T* 24mm F1.8 ZA. Pulangdari bertemu penjualnya, saya langsung mencoba performa lensa ini: Carl Zeiss Sonnor 24mm F1.8 ZA. Saya pasangkan dengan body Sony NEX-7, kali ini Chinatown, Singapura; menjadi tempat saya ber-street photo ria. Perpaduan ukuran, berat, dan style antara kamera dan lensa, cukup pas untuk jemari tangan saya yang cenderung lentik kecewek-cewekan ini. Sangat pas untuk diajak jalan-jalan, bercelana pendek sandal jepit sembari nenteng tas sandang mungil, membawa kamera ini benar-benar menyenangkan di fashion. Serta tidak membikin siapa saja yang kita temui di jalanan blingsatan saat melihat kamera yang kita bawa.
Saya bukan pecinta bokeh-bokehan atau foto-foto yang tajam sempurna. Di Fotografi Jalanan yang biasa saya capture, apa saja yang saya temui yang menarik hati akan saya jepret. Di Fotografi Jalanan, kemudahan pengoperasian lensa, kecepatan menangkap auto fokus, serta kecerdasan lensa membaca nilai eksposure yang sesuai selera saya, adalah hal-hal yang justru menurut saya lebih penting ketimbang bokeh-bokehan atau ketajaman. Dan untuk sebuah lensa yang harga barunya ada di kisaran US$1000, sepertinya tidak masuk “hitungan” saya. Jauh lebih powerfull Olympus 12mm F2, Panasonic 25mm F1.4. Bahkan performanya tidak jauh berbeda dengan lensa kit 16mm F2.8 Sony maupun Nikon AF 35mm F1.8G.
Tajam memang lensa ini, dan kaya warna. Terasa “kalem” di pencahayaan moderat atau rendah, namun tiba-tiba menjadi “galak” di pencahayaan berlebih dan kontras terkadang berlebihan. Indikasi bahwa lensa ini tidak “secerdas” sebagaimana besaran harganya. Sepengalaman saya, di kondisi apa pun, lensa yang spektakuler biasanya punya performa yang konstan. Lensa ini, tak sespektakuler sebagaimana yang dituliskan di sini: http://www.sony.com.sg/electronics/camera-lenses/sel24f18z
Juga, untuk dipasangkan dengan mirroless yang mengedepankan kemudahan dan kecepatan fokus, lensa ini termasuk lelet di fokus. Serta kerap meleset adalah sedikit minus dari lensa ini (ada beberapa contoh foto yang fokusnya sempat meleset). Saya coba beberapa varian auto fokus dan mengganti mode metering, tetap saja tidak seenak lensa-lensa lain, misalnya Olympus 12mm. Untuk penghobi foto yang kerap buru-buru seperti saya, lensa ini bukan pilihan yang tepat. Mungkin, sejatinya, lensa ini memang lebih cocok untuk fotografi landscap atau yang suka bokeh-bokehan. Selera memang tidak bisa diukur, dan ini lensa sepertinya bukan lensa bagi orang-orang yang seselera saya.
Monggo dinikmati:
Catatan:
– Review ini adalah sekedar rasa, selera pribadi, jadi jangan terlalu percaya dengan selera saya, karena setiap orang berbeda-beda seleranya.
– Semua foto saya jepret dengan Sony Nex-7 & Zeiss 24mm F1.8, WB di auto, serta mostly saya setting di mode apperture priority (agar kentara kehebatan lensanya). Juga tanpa edit warna (hanya resize, beberapa di antaranya sekedar cropping untuk mempercantik komposisi).