Selamat datang lagi Pak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (boleh saya cukup memanggil Anda Pak Pres?) Bagaimana perjalanan ke Batam? Nyaman? Mengesankan? Sudah barang tentu, iya. Bagaimana penilaian Bapak tentang Batam? Elok, bukan, Batam? Seperti apa yang saya tuliskan kemarin.
Hutan-hutannya yang melebat di sepanjang jalan namun gundul pacul di belakangnya. Jalan-jalan yang berlobang besar (saya dengar sudah tidak lagi sekarang, karena Pak Pres datang). Dan, tentu saja kebenaran predikat kota terkotor nomor enam.
Oh ya, sudahkah Pak Pres menyempatkan diri ke Batuaji? Mencari tahu kebenaran harga minyak tanah yang melambung hingga Rp6 ribu per botol mineral. Sudahkah pula Pak Pres melirik parkiran Kantor Wali Kota dan Gedung DPRD? Apa benar banyak mobil wah yang wah pula melahap bensinnya?
Pasti belum.
Jikapun sudah, pasti Pak Pres tak akan bakal menemukan apa-apa yang saya ungkapkan. Jangankan dua hal yang itu, jalan-jalan berlobang yang akan Pak Pres lewati dengan mobil Bapak saja sudah mulus…lus. Mungkin takut ban mobil bapak kejeblos dan kotor.
Padahal seingat saya, ada foto Pak Pres di sebuah suratkabar Nasional yang klumus-klumus penuh keringat, blusak-blusuk kawasan kumuh di daerah Jawa Timur. Saya yakinlah, Pak Pres bukan tipikal pemimpin yang takut berkotor-kotor.
Bukankah Pak Pres, dulu, terkenal dengan lambaian tangan dan senyuman manis, serta samperan kepada masyarakat yang Pak Pres kunjungi? Seringkali ketika melihat Pak Pres seperti itu di tivi-tivi atau foto headline surakabar, saya merasa terharu. Betapa “sempurnanya” Pak Pres yang satu ini.
Tapi sekarang, sepertinya semua itu telah berubah. Dengar kabar, keselamatan Pak Pres terancam oleh teroris-teroris berhati batu yang telah memberikan andil, menyengsarakan sebagian rakyat Indonesia.
Saya mengerti, Pak Pres, kan, very-very important person di antero Nusantara ini. Bahkan saya dengar, untuk salat Jumat di Masjid Raya besok saja, aparat keamanan sudah melapisi Masjid Raya dengan tiga ring pengamanan. Setiap pengunjung wajib diperiksa dengan metal detektor. Bigimana rakyat bisa berakrab-akran dengan Pak Pres jika demikian?
Soal aman-amanan seperti ini, saya jadi ingat dengan cerita seorang kawan yang kira-kira dua bulan lalu sempat berkunjung ke Dili, Timor-timur. Di satu sore saat kawan saya itu sedang bersantai di sebuah pantai di Dili, ndilalah matanya menangkap sosok lelaki yang begitu terkenal. Pasti Pak Pres juga kenal. Bahkan sangat kenal.
Dengan hanya mengenakan celana pendek, kaus oblong, dan tanpa alas kaki, lelaki itu bergurau. Bermain bola dengan anak-anak di pantai. Gembira sekali lelaki itu, juga anak-anak yang diajak main. Kawan saya sempat menyapanya.
Bahkan, tak jarang Xanana Gusmao, lelaki itu, menghampiri turis di pantai. Mengajak mereka ngobrol ngalor-ngidul. Akrab dan tanpa prosedural sekali. Apalagi pengamanan yang seperti Pak Pres dapatkan.
Pak Pres seorang presiden, begitu pula dengan Xanana Gusmao. Tapi kenapa Pak Pres begitu berlebihan mendapat pengamanan?
Apakah Pak Pres punya banyak musuh, hingga harus berlaku demikian? Apakah Pak Pres pernah menyakiti orang? Apakah Pak Pres bertanggungjawab terhadap sesuatu yang sangat besar hingga orang lain menginginkan nyawa Pak Pres?.
Tapi, setidaknya Pak Pres harus bertanggungjawab terhadap meningkatnya penduduk miskin tersebab kenaikan BBM hingga 126 persen. Dari sebelumnya yang 10 juta penduduk miskin, menjadi 70 juta jiwa.
Dimuat di rubrik “Selamat Pagi” Batam News edisi Jumat, 3 Februari