Lebaran tahun ini saya merayakan “di sini” saja. Jika tak di Batam, mungkin menyebrang sejenak untuk berlebaran di rumah mertua di Singapura sana. Jarak Batam dan Singapura cuma sejengkalan langkah: 22 mil, kira-kira 1 jam naik feri. Baik di Batam maupun di Singapura, berlebaran selalu sepi karena harus merayakan nyaris seorang diri. Jika di Singapura, keluarga inti saya tidak merayakan karena beda keyakinan. Jika berlebaran di Batam, rata-rata kawan-kawan dekat sudah mudik Lebaran. Jadi nyaris luntang-luntung seorang diri. Berlebaran di Batam, selesai maaf-maafan dengan tetangga kiri-kanan, seringkali tak tahu lagi harus berbuat apa. Batam kota yang sudah terjual.
Ya, beginilah nasib perantau di negeri orang.
Okelah, selamat mudik bagi yang menjalani dan juga selamat Lebaran bagi yang merayakan. Dan, jika Anda membaca tulisan ini sebelum Lebaran dan kebetulan punya rencana mudik tapi kehabisan tiket atau uang mepet, mungkin bisa pertimbangkan usul saya ini. Pengalaman yang terjadi pada saya ketika mudik Lebaran tahun lalu ke Malang, kampung halaman saya.
Tahun lalu, jadwal libur yang berjarak dua hari dari Hari Raya memaksa saya tidak bisa pulang jauh-jauh hari sebelum hari H. Tentu saja kian dekat hari H, kian melangit harga tiket pesawat. Anda yang pernah mudik tahulah fenomena seperti ini. Dari biasanya harga tiket pesawat Batam-Surabaya sekitar Rp700an ribu untuk sekali jalan, saat itu saya harus menemui kenyataan tiket ke Surabaya saja seharga Rp1,9 juta. Gila benar, bathin saya ketika itu. Tuslah maksimal 10 persen yang sudah ditetapkan pemerintah tak lagi ditaati. Lagi pula, belum pernah dalam ingatan saya tiket menjelang Lebaran naik sebesar tuslah yang sudah ditetapkan?
Ketika itu, hitung-hitungan saya, jika harus mudik lewat Batam, saya harus keluarkan uang sebesar Rp3,8 juta hanya untuk tiket pulang-pergi. Bagi saya, itu angka yang luar biasa jika hanya sekedar untuk beli tiket. Untungnya istri saya menemukan solusi yang lebih murah.
Search sana-sini, hitung sana-sini, lha kok ternyata tiket dari Singapura ke Surabaya jauh lebih murah. Bedanya gila-gilaan pula. Pulang-pergi dari Singapura ke Surabaya dan sebaliknya, total hanya kena Rp1,9 juta tanpa dipungut biaya apa-apa lagi. Sudah termasuk pajak masuk bandara dan lain-lain. Lalu saya putuskanlah membeli tiket di Singapura. Meminjam kartu kredit istri, pembelian tiket beres dalam hitungan menit hanya dari rumah. Beli lewat internet. Akhirnya, pesawat udara dari maskapai Jetstar dengan selamat, nyaman, dan tanpa menjebol kantong celana, bisa memulangkan saya untuk Berlebaran di kampung halaman saa, tahun lalu.
Ayo hitung berapa ongkos yang bisa saya hemat saat saya mudik dari Singapura? Memang saya harus mengeluarkan ongkos kapal feri Batam-Singapura (48 dolar pulang-pergi), juga ongkos taksi ke Bandara Changi (sekitar 20 dolar Singapura). Jika dijumlahkan, saya kira-kira mengeluarkan uang sebesar Rp500 ribu (dengan kurs saat ini yang Rp7000). Tapi, tetap saja jika saya hitung uang yang bisa saya hemat lumayan menggiurkan: hemat sekitar Rp1,5 juta. Bayangkan berapa besar penghematan jika dalam satu keluarga yang akan mudik terdiri dari empat anggota keluarga. Penghematan yang mungkin bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain.
Singapura dan Indonesia memang punya waktu berbeda dalam hal kenaikan tiket pesawat. Karena penduduk muslim di sana hanya berkisar 15 persen, jadi Hari Raya tidak dirayakan secara besar-besaran. Di sana juga dikenal waktu-waktu di mana harga tiket naik, seperti masa liburan sekolah atau Imlek. Tapi, kenaikannya pun tak segila ketika tiket naik seperti saat-saat mudik seperti sekarang ini. Penduduk Singapura punya tradisi merencanakan suatu perjalanan jauh-jauh hari sebelum hari keberangkatan. Mereka pula tak punya tradisi beli tiket lewat jasa perusahaan penjual tiket. Dengan kesaktian internet, tiket pesawat bisa langsung dipesan dan dibayar dari rumah. Inilah yang kemudian saya duga kenaikan tiket bisa terkendali. Karena tidak lagi melalui jasa calo yang selalu ingin memanfaatkan momen peak season untuk merengkuh untung sebesar gunung.
Sudah lazim di sini, jauh-jauh hari tiket diberitakan sudah ludes dibeli. Anda percaya? Seharusnya jangan percaya lah. Kebiasaan kita yang kerap mengurus sesuatu di menit terakhir tak mendukung pemberitaan bahwa tiket ludes. Tiket-tiket itu sejatinya diborong calo maupun perusahaan-perusahaan penjual tiket. Di situlah kemudian harga dilambungkan, untung ditinggikan. Masyarakat yang sudah kadung butuh tiket untuk mudik, mau tak mau, suka tak suka, terpaksa beli dengan harga yang begitu mahal. Kalau sudah begini yang rugi siapa? Ah, lagi-lagi masyarakat kecil.
Menjamurnya perusahaan penjual tiket di Batam – bahkan di rumah pun bisa jualan tiket pesawat – menjadi indikasi betapa menggiurkannya bisnis menaik-turunkan harga tiket itu. Menjadi indikasi kuat bahwa tiket-tiket itu bisa dipermainkan sedemikian rupa tanpa mengindahkan tuslah yang sudah ditetapkan pemerintah.
Di Singapura, setahu saya, Anda akan sulit mencari travel agensi yang menjual tiket saja. Menjamur memang travel-travel agensi di sana, tapi kebanyakan menjual paket-paket wisata. Bukan menjual tiket doang!
Ya, tapi bagaimana lagi. Lagi-lagi kita yang harus bisa lebih bersabar.
Selamat mudik, juga Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir bathin, dan sekali lagi, hati-hati dengan segala macam kejahatan yang bertebaran di jalanan. Di perjalanan mudik nanti, jangan pernah percaya orang asing yang tiba-tiba sangat baik kepada kita!
Tabloid DIA edisi 28 Mei 2011
(sultan yohana)