Sultan Yohana
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
Sultan Yohana
No Result
View All Result
Home Catatan Lepas Tentang Aku

Kisah Cinta Dua Singa (12)

Sultan Yohana by Sultan Yohana
March 2, 2009
in Tentang Aku
0
Kisah Cinta Dua Singa (12)
0
SHARES
3
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

: Bola Karet Bapak

Adakah hal yang lebih menyenangkan yang bisa dilakukan seorang bocah kampung ketimbang membikin sebuah gol dalam permainan bola? Ketika membocah, bapak adalah satu di antara lima jago bola di kampung bapak: Desa Pagentan, Singosari. Jagoan pertama adalah rekan senior bapak, Agus Fajri. Jagoan kedua dan ketiga, Ath’o Afianto dan sepupunya, Aris Munandar; keempat Khoiron, dan terakhir bapak.

Jika kelima orang ini main bersama, terlebih dahulu kami harus membagi diri, mendistribusikan kekuatan yang seimbang pada dua tim. Jika Agus dan Ath’o di satu tim yang sama, bapak dan Aris atau Khoiron harus berada di tim lawan.

Begitulah kami mewarnai tiap sore dari masa bocah dan remaja kami: berasyik masyuk lewat permainan bola di Lapangan Sepakbola Tumapel. Orang-orang yang usianya lebih tua lebih suka menyebut “lapangan Tumapel” sebagai “lapangan Pagentan”, nama yang sesuai dengan nama kelurahan di mana pusat kedigjayaan kecamatan Singosari kini berada.

Agus terkenal dengan gocekan, dan larinya yang cepat dan lincah. Juga kelicikannya menjegal lawan tanpa kentara. Dia bisa menjatuhkan dengan keras lawan dari belakang, dengan sejumput trik licik: kaki lawan ia jegal, sementara kedua tangannya mendorong tubuh lawan dengan sekelebat. Dan Agus, selalu gembira ditempatkan sebagai penyerang atau sayap kanan.

Ath’o, si bongsor yang selalu mengalah. Tapi tendangannya luar biasa keras dan terarah. Sulit untuk melewati Ath’o jika ia berposisi sebagai bek tengah. Aris, permainannya mirip-mirip dengan Agus. Hanya saja dia terlalu emosional. Dialah kawan kecil bapak yang paling sering terlibat perkelahian. Tercegal sedikit saja, dia bisa marah dan memukul rekannya. Tapi harus diakui, talenta bolanya luar biasa. Fisiknya mengesankan. Semengesankan nasibnya yang selalu sial hingga ia membesar.

Aris, lelaki cerdas yang juga kawan satu kelas bapak ketika kami sama sekolah di Sekolah Dasar Islam Almaarif 02, Singosari. Sayang, kami sekelas hanya empat tahun. Kelas lima dan enam, dia harus pindah ke kota lain, mengikuti bapaknya yang menikah dengan perempuan lain. Aris senasib dengan bapak, dan Tuhan menciptakan kami dengan karakter yang nyaris serupa.

Aris, seolah-olah berteman dengan bayang-bayang kesialan yang mengekorinya sepanjang ia ada. Sewaktu kami sekelas, ia selalu mendapat ranking bagus meskipun tabiatnya brutal dan tak pernah belajar. Dalam satu hal ini, bapak tak pernah bisa mengalahkannya. Dia selalu membuat guru menangis dan rekan-rekannya lari tunggang langgang oleh kenakalannya; namun tetap kehadirannya dirindukan. Tuhan seolah memberikan semua kelebihan pada diri bocah Aris.

Tapi, ketika pada usia SMA dia kembali ke Singosari, sebuah kesalahan fatal ia buat. Selingkar kecil tato yang ia buat di lehernya, pada kelanjutan hidupnya telah menjadi penyebab rusaknya seluruh hari-hari yang ia jalani. Sekolahnya berantakan, keluarganya ogah menerima. Kawan-kawannya menjauh; dan kemudian ia akrab dengan dunia kriminal. Kesalahan tentu saja bukan semata pada Aris dengan tatonya. Melainkan persepsi teman-guru sekolah, serta lingkungan di sekitar Aris yang memandang tato itu buruk. Tato itu neraka.

Terakhir, bapak dengar kabar dari sahabat dekat kami berdua, Andika, ia masuk penjara Jakarta gara-gara pencurian motor.

Aris yang selalu melindungi bapak di kala kami membocah, selalu ada di hati bapak. Entah kenapa, kebrutalannya saat bocah dan remaja, tak pernah mempan di hadapan bapak. Bapak tahu, dia membenci kelemahan atas ketidakberdayaan pada bapak. Setiap kali kami berantem, dia tak pernah bisa memuncaki emosinya. Dia lunglai oleh ketidakberdayaan itu. Dia tak bisa berbuat apa-apa atas semua kelemahan dia sendiri. Dia tak pernah bisa menyentuh bapak. Bapak tak tahu sebabnya. Mungkin karena bapak dan Aris adalah bocah senasib: dua bocah yang besar tanpa kehadiran seorang ayah. Aris ketika itu mungkin tahu, bocah-bocah yang membesar hanya oleh kasih sayang seorang ibu, tak pernah bisa digertak oleh kenakalan sebentuk apa pun.

Sementara Khoiron, kemampuan bolanya sebetulnya biasa saja. Tapi fisik dan postur tubuhnya oke. Larinya bisa diandalkan. Tapi sayang, masa remajanya tak terlalu panjang dihabiskan bersama kami di lapangan bola. Semenjak bocah, Khoiron harus membantu kakaknya jualan pangsit mie di pinggir lapangan. Jika petang hadir, ia hanya bisa memandangi kami yang tengah main bola dari jauh sembari mendirikan tenda pangsitnya. Sejak saat itu, Khoiron yang juga sepupu bapak, tak pernah bisa lagi dengan leluasa menendang bola seperti kami.

Bagaimana dengan bapak sendiri? Jauh masa setelah bapak dewasa, saat bapak bermain bola untuk menjaga kebugaran di Batam, mantan pemain nasional Indonesia yang melatih kami mengatakan, bapak sebenarnya punya dasar permainan bola yang mencukupi. Dasar yang dibentuk dari masa bocah. Persoalannya, tubuh bapak yang tak pernah beranjak dari bobot 45 kilo, terlalu ringkih untuk bisa bermain bola. Nafas bapak terlalu pendek. Dan bermain sepakbola, fisik adalah hal utama yang harus diperhatikan. Dan kelemahan ini, ada sejak bapak kanak-kanak. Tubuh bapak tak pernah bisa tegap berwibawa. Duh…

Tapi, tubuh bocah bapak yang rapuh, tak pernah menjadi persoalan saat kami asyik bermain bola. Kawan-kawan main bapak seolah menyadari, meski bertubuh rapuh, tapi ada sesuatu hal yang tak pernah bisa membuat bapak menyerah. Mereka tak pernah berani mengesampingkan faktor rapuh itu, jika ingin memenangkan pertandingan. Kelicikan Agus bapak balas dengan kelicikan yang sama. Kemampuan bertahan Ath’o bapak rekayasa sedemikian rupa hingga ia hanya bisa berlari mengekori bapak. Khoiron terlalu enggan berpikir jika melawan bapak. Hanya Aris yang seolah-olah tahu segala macam trik dan kelicikan bapak dan tak pernah bisa bapak taklukkan. Bocah ini memang luar biasa pintar, sekaligus brutal.

Kelak ketika kami sama-sama remaja, di antara malam-malam penuh alkohol dan dentingan gitar tanpa nada, bapak dan Aris kerap membicarakan masa kecil ini. Jika sudah demikian, kami bisa tertawa dan bernostalgia semalam-malaman. Sembari mengelus tato di lehernya yang selalu ia sesali, Aris mencoba mengulik sedikit demi sedikit kehebatan masa silamnya. Masa yang penuh canda dan talenta luar biasa. Masa yang ia sia-siakan gara-gara sebuah kesalahan kecil. Kesalahan yang pada akhirnya membuat ia tak bisa menjadi apa-apa.

Sepakbola selalu ada di hati bapak. Begitu juga dengan Agus, Ath’o, Khoiron, dan terutama si bengal Aris. Masa itu tentu saja tak akan pernah datang lagi. Masa di mana bapak merengek-rengek pada nenekmu Zumronah untuk dibelikan bola karet. Permintaan yang ketika itu terasa begitu mahal dan hanya bisa bapak dapatkan setelah hari raya Idul Fitri. Bola karet impian bapak yang sanggup terbeli dari mengumpulkan angpau-angpau dari saudara-saudara di Hari Raya. Masa di mana sebuah kemewahan adalah menendang bola kulit milik sekolah di mana bapak belajar. Bola kulit yang tak pernah bapak bisa miliki hingga bapak mendewasa. Masa penuh keprihatinan sekaligus kegembiraan. Masa yang jelas tidak pernah terjadi padamu, Kenny!

Tapi kau, Ken Danish, kelak ketika sudah berani bepergian sendiri, datanglah di waktu petang ke lapangan Tumapel! Ceritakan apa-apa yang kau lihat ketika itu kepada bapak; apakah masih ada bocah-bocah yang bertahan bermain bola di antara debu dan rumput liar lapangan itu? Apakah masih ada generasi Aris-Aris lainnya di sana?

Ini penting bagi bapak Nak! Bagi kamu juga! Bahwa bakat yang diberikan Tuhan, tak pernah selamanya menjadi faktor penentu kesuksesan seseorang. Seperti halnya Aris yang tak pernah bisa berbuat apa-apa dan selalu menyesali kecerobohannya. Aris yang penuh talenta itu, mungkin jika membaca tulisan ini akan sepakat dengan bapak: hal terpenting dalam hidup adalah waspada! Waspada! Seperti sebuah iklan layanan masyarakat di televisi, wasladalah… waspadalah…

Sultan Yohana

Sultan Yohana

Related Posts

Merencanakan Pensiun
Tentang Aku

Merencanakan Pensiun

November 1, 2023
Gigi Ompong dan Penyesalan yang Berhikmah
Tentang Aku

Gigi Ompong dan Penyesalan yang Berhikmah

April 30, 2023
Dari Gudig hingga Rebutan Cewek
Tentang Aku

Dari Gudig hingga Rebutan Cewek

October 10, 2017
Next Post
Seperti Artis, Menggunjing Aris

Seperti Artis, Menggunjing Aris

Bocah di Beratus Pulau

Bocah di Beratus Pulau

Hadiah Langka di Pagi Cerah*

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Me

Rekomendasi

Monyet Ekor Panjang di Sebuah Pojok Singapura

3 months ago
Kikuk Motret Jalanan: dengan kamera gedhe

Kikuk Motret Jalanan: dengan kamera gedhe

7 months ago
Gigi Ompong dan Penyesalan yang Berhikmah

Gigi Ompong dan Penyesalan yang Berhikmah

2 years ago
Media Sosial dan Jaman Fitnah (bagian II)

Media Sosial dan Jaman Fitnah (bagian II)

9 years ago

Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Kategori

  • Batam
  • Bolaisme
  • Catatan Bola
  • Catatan Lepas
  • Catatan Publik
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
  • Humaniora
  • Indonesiaku
  • Jurnalisme
  • Kultur
  • Ngalor Ngidul
  • Politisasi
  • Review
  • Sastra
  • Singapura
  • Tentang Aku
  • Video

Topics

Abdul Gofur Air minum Alas kaki Batam Bos Bule Catatan Cerita Dollar Ekor panjang Film festival Foto Gadis China Gaji Gratifikasi Honor Humaniora Indonesia Jatim Johor Karyawan Kedai Kucing Kurs Malang Malaysia Masjid Monyet Mudik Palestine Pengemis Photo rasa singapura Rezeki Rupiah Santai Sejarah Sepakbola Singapore Singapura Slot Taipei Taiwan Tanjungpinang Warung
No Result
View All Result

Highlights

Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki

“Seteguk Air Dingin”: dari budaya baik bule di Singapura

Masjid Abdul Gafoor Singapura: Dibangun oleh pedagang India dan sais kuda dari Bawean

Bagaimana Jika Rejekimu Datang Setahun Sekali?

Hitam-Putih dengan 7D2

Trending

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157
Indonesiaku

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

by Sultan Yohana
May 3, 2025
0

SAAT krisis moneter 1998, kurs rupiah terhadap dolar Singapura terpukul hingga Rp9.950 per 1 dolar. Meski hari...

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

April 20, 2025
Kucing-kucing Mudik

Kucing-kucing Mudik

April 7, 2025
Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

March 30, 2025
Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki

Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki

March 16, 2025
Sultan Yohana

© 2023 Sultan Yohana

Kunjungi Juga

  • Tentang Saya
  • Privacy Policy
  • Kontak

Ikuti Saya

No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek

© 2023 Sultan Yohana