Jika ramalan Badan Meteorologi dan Geofisika Batam tepat, tinggal sehari lagi kita akan keluar dari deraan hujan dan banjir berkepanjangan. Bukankah ramalan BMG menyebutkan, kira-kira seminggu Batam bakal dihantam hujan.
Jika tepat.
”Kalau meleset, gimana ayo!? Ini tulang sudah nggak bisa digerakkan lagi. Beku. Pakaian pada nggak kering. (Bahkan) terpaksa kemarin, harus ngebeli satu stel pakaian karena kehabisan stok. Yang lain basah dan kotor semua,” panjang lebar teman saya ngegerundel soal hujan berkepanjangan. Saya tak tahu, gerundelannya ditujukan pada siapa.
Rekan lain, sesama pewarta sama halnya. ”Pusingggg…, jadwal kampanye kacau semua gara-gara hujan. Harusnya KPUD punya pawang hujan. Biar tak buat pusing begini,” kebetulan teman pewarta itu kebagian tugas meliput kampanye pilkada kandidat wali kota.
Pawang hujan? Kedengarannya masuk akal juga usul kawan saya ini — maaf, bagi pembaca yang tak percaya perkara macam beginian, jangan teruskan membaca tulisan ini! Seandainya pemerintah membentuk satu tim tangguh pawang hujan, mungkin tidak ada berita-berita bencana di Batam Raya ini. Tidak ada banjir. Tidak ada longsor. Tidak ada orang yang tewas terseret air. Tidak ada puting beliung ngamuk menerbangkan atap-atap rumah warga. Tidak ada pengungsi. Juga, keempat kandidat wali kota dipastikan dengan nyaman bisa mengumbar janji-janji mereka dalam kampanye.
Masuk akalnya kenapa? Karena jika mengandalkan campur tangan pemerintah: menunggu pelebaran gorong-gorong; menunggu Batam dibersihkan; menantikan hutan lindung dan kawasan resapan air menghijau kembali; menunggu penertiban bangunan yang melanggar tata ruang kota; bisa-bisa Batam sudah keduluan jadi lautan. Bisa-bisa timbul ratusan nyawa tertumbal.
Andai saja ada tim tangguh pawang hujan, mungkin ratusan juta uang yang kini diperuntukkan untuk membantu pengungsi, bisa dimanfaatkan untuk hal lain. Tidak ada isak tangis korban yang kehilangan harta benda atau kerabat mereka. Tidak ada pahlawan-pahlawan kesiangan yang datang sambil mengucap belasungkawa kepada pengungsi. Padahal sebenarnya punya maksud lain.
Bukankah untuk menyewa seorang pawang hujan tak perlu keluar puluhan juta uang? Rumornya, cukup menyediakan sepotong celana dalam bekas. Lalu dilemparkan ke atas atap rumah seseorang. Ditanggung beres! Murah bukan?!
* terbit di rubrik “Selamat Pagi” Batam News, edisi Kamis 12 2006