Sang sekuriti, lelaki bertubuh kekar namun berwajah sopan bersegera mempersilahkan saya melangkah masuk. Ketika saya hendak melepaskan tas pundak dan akan memasukkan ke mulut x-ray. ”Maaf sedang rusak,” katanya pendek.
Pagi itu, sang sekuriti bekerja seorang diri.
Saya pun, kemudian, dengan leluasa melenggang kangkung berjalan masuk. Sebelumnya, detektor tubuh yang sekaligus satu-satunya pintu masuk ke check point di bawah, harus terlewati. Ada bunyi tut…tut…tut… Tapi, so what gitu lho, apalah arti bunyi itu. Tokh tak ada penjaga lainnya yang menyetop saya. Kemudian mengecek sekujur tubuh saya.
Saya jadi berpikir, jika seandainya di tas saya tersimpan peledak. Atau misalnya barang-barang terlarang semisal narkoba, dengan semudah-mudahnya saya akan lolos.
Atau misalnya ada penjahat kerah putih yang membawa sekopor penuh uang hasil korupsi (tapi yang seperti ini kayaknya nggak akan terjadi), pasti dengan mudahnya lolos. Dijamin!
Kembali pada status out of order mesin x-ray tadi. Saya jadi bingung, bukankah ini pelabuhan berkelas internasional? Tentu saja dengan standar-standar pelayanan yang harus meng-internasional pula. Bukankah, apa pun yang ada di pelabuhan, adalah “wajah” dari daerah itu sendiri? Wajah dari Batam? Wajah dari Indonesia Raya?
Aduh, malangnya wajahku.
Jika untuk menyembuhkan sepotong jerawat saja, butuh waktu berminggu-minggu. Bagaimana jika lukanya lebih parah? Bisulan, misalnya? Korengan kepalanya? Apalagi kanker stadium empat?
Jerawat, memang tak membahayakan. Tapi, setidaknya sangat berpengaruh bagi penampilan seseorang. Bisa dibayangkan, jika seandainya orang-orang asing itu membuang muka pada wajah kita? Jika seandainya mereka tidak lagi memandang wajah kita dengan penuh wibawa? Tidak lagi menghormati adat istiadat dan budaya kita? Bahkan, mungkin di kepala mereka, kita adalah sebangsa manusia yang dengan gampangnya diblukuthuk-blukuthukkan dalam lumpur kampungan? Hanya karena x-ray di Pelabuhan Batam Center out of order.
Aduh, malangnya wajahku.
*Dimuat di rubrik “Selamat Pagi” Batam News, edisi 30 Januari 2006
Untuk kali kedua tas saya tak masuk diperiksa mesin penelanjang yang beken disebut x-rai. Waktu itu, Sabtu (28/1), saya hendak menyeberang ke jiran lewat Pelabuhan Batam Center. Sabtu sebelumnya juga demikian.
Seminggu berselang, memang. Namun, masih melekat kertas bertulis “out of order” dengan spidol warna merah yang direkatkan di bibir x-ray.
Sang sekuriti, lelaki bertubuh kekar namun berwajah sopan bersegera mempersilahkan saya melangkah masuk. Ketika saya hendak melepaskan tas pundak dan akan memasukkan ke mulut x-ray. ”Maaf sedang rusak,” katanya pendek.
Pagi itu, sang sekuriti bekerja seorang diri.
Saya pun, kemudian, dengan leluasa melenggang kangkung berjalan masuk. Sebelumnya, detektor tubuh yang sekaligus satu-satunya pintu masuk ke check point di bawah, harus terlewati. Ada bunyi tut…tut…tut… Tapi, so what gitu lho, apalah arti bunyi itu. Tokh tak ada penjaga lainnya yang menyetop saya. Kemudian mengecek sekujur tubuh saya.
Saya jadi berpikir, jika seandainya di tas saya tersimpan peledak. Atau misalnya barang-barang terlarang semisal narkoba, dengan semudah-mudahnya saya akan lolos.
Atau misalnya ada penjahat kerah putih yang membawa sekopor penuh uang hasil korupsi (tapi yang seperti ini kayaknya nggak akan terjadi), pasti dengan mudahnya lolos. Dijamin!
Kembali pada status out of order mesin x-ray tadi. Saya jadi bingung, bukankah ini pelabuhan berkelas internasional? Tentu saja dengan standar-standar pelayanan yang harus meng-internasional pula. Bukankah, apa pun yang ada di pelabuhan, adalah “wajah” dari daerah itu sendiri? Wajah dari Batam? Wajah dari Indonesia Raya?
Aduh, malangnya wajahku.
Jika untuk menyembuhkan sepotong jerawat saja, butuh waktu berminggu-minggu. Bagaimana jika lukanya lebih parah? Bisulan, misalnya? Korengan kepalanya? Apalagi kanker stadium empat?
Jerawat, memang tak membahayakan. Tapi, setidaknya sangat berpengaruh bagi penampilan seseorang. Bisa dibayangkan, jika seandainya orang-orang asing itu membuang muka pada wajah kita? Jika seandainya mereka tidak lagi memandang wajah kita dengan penuh wibawa? Tidak lagi menghormati adat istiadat dan budaya kita? Bahkan, mungkin di kepala mereka, kita adalah sebangsa manusia yang dengan gampangnya diblukuthuk-blukuthukkan dalam lumpur kampungan? Hanya karena x-ray di Pelabuhan Batam Center out of order.
Aduh, malangnya wajahku.
*Dimuat di rubrik “Selamat Pagi” Batam News, edisi 30 Januari 2006