KANG Parno menghentikan pekerjaannya, membuat kios dorong, ketika karibnya Cik Atan datang dan numpang nongkrong.
Cengangas-cengenges, Cik Atan, bak seorang mandor bangunan, memperhatikan “maha karya” Kang Parno. Maha karya? Bener nih…, Perlu diketahui, sebelum membuat kios itu, Kang Parno melakukan ritual berupa puasa putih tujuh hari, bedagadang tiga hari tiga malam, datang ke paranormal, mandi kembang tujuh macam, dan ritual paling berat, tentunya mencari modal uang, Lho?
“Tak rugi awak tirakat dengan ketat, No! Hasilnya ruarrrr biasa!” celetuk Cik Atan
“Ah, Cik Atan ini, muji terus…” Malu-malu Kang Parno menjawab.
“Betul, No! Tukang paling hebat sekali pun, mungkin tak sesempurne buatan awak!”
“Mungkin karena tirakat itu, Cik!”
“Tak salah!”
“Tapi, Cik, sebetulnya tirakat itu cuma trik saja!”
“”Maksud awak?”
“Trik menghemat pengeluaran. Puasa mutih, makan nasi doang, karena saya tak ada uang beli lauk. Mandi tujuh kembang, kan Cik Atan seringkali bilang, tubuh saya bau kecut…, daripada beli parfum, mendingan nyolong bunga di kantor walikota untuk dipakek buat parfum. Kalau ke paranormal.., ah itu mah paranormal teman sekolah saya dulu! Mau cari utangan! Hehehe…”
“Tapi No, saye dengar, pemerintah mau gusur PKL-5, lho! Mau dipindah paksa ke Terminal III Mukakuning!” Ada selarik tipis senyum menggoda dari mulut Cik Atan.
Sambil matanya melolong ke arah karibnya itu, “yang bener, Cik! Ah…, Jadi…? Sia-sia dong tirakat saya!”
* Menculik sebuah edisi “Pojok Bualan-nya” Harian Posmetro Batam.