SEORANG lelaki yang pergelangan tangannya melingkar arloji seharga Rp400 juta, menawar Rp700 ribu dagangan yang saya hargai Rp900 ribu, Rabu (17/4/2024). Padahal, harga itu, termasuk yang termurah sejagatraya marketplace di Singapura. Saat ketemuan pun, ia masih tega minta pengurangan harga.
Terlalu, bathin saya.
Saya, sebenarnya, tidak masalah seorang menawar berapa pun, karena itu adalah hak tiap orang. Tapi, di situlah letak harga kita. Harga kita adalah tawaran yang kita lemparkan. Semakin gemar kita menawar TERLALU rendah dari harga yang sewajarnya diberikan, semakin rendah pula kita diperlakukan orang. Harga diri kita tidak ditentukan oleh berapa mahal jam tangan di lengan kita, seberapa mobil bagus yang kita kendara, atau seberapa mewah rumah yang kita tinggali.
Btw, lagi-lagi benar apa yang selalu dikatakan istri saya, “kalau pinging kaya, jadilah orang pelit. Tapi kalau mau bahagia, banyak-banyak memberi”.
Dan istri saya tahu, saya adalah model pria yang tak bisa kaya, karena mudah “ditipu”. Tapi, kenapa pula ia mau menikah dengan pria macam saya?
(*)