Sultan Yohana
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
No Result
View All Result
Sultan Yohana
No Result
View All Result
Home Catatan Lepas Kultur

Madam Dog

Sultan Yohana by Sultan Yohana
December 2, 2007
in Kultur
0
0
SHARES
4
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

“Madam Dog”, saya pikir sebutan ini tidak terlalu berlebihan. Dia, Madam Dog itu, seorang nenek berambut kelabu. Duduk di kursi besi taman di kawasan Hougang Avenue 8, Singapura, sambil asik ngobrol dengan puddel peliharaannya. Dibelainya dengan segenap kasih sayang, bulu anjing berwarna putih keriting yang mirip rambut vokalis Nidji, Giring, itu. Dipeluk-peluk. Ditimang-timang. Dan yang terlihat lebih mengakrabkan, diajaknya puddel itu bercanda layaknya teman sepermainan.

Puddel dog, di sini anjing jenis itu disebut. Tapi, tentu saja seseorang tidak bakal memanggil, “puddel… puddel…,” jika punya piaraan anjing jenis ini. Setiap anjing yang bernama tentu dipanggil namanya. Apa pun jenis anjing itu. Terserah mau itu jenis puddel, bulldog, kintamani, Siberian husky, anjing kurap, ataupun anjing korup.

Jika nama si anjing kebetulan Harto, jelas si pemilik akan memanggil anjingnya begini, “To… To… Harto…” Atau jika diksi Dahlan yang dipilih, apa pun jenis anjing itu pasti disapa, “Lan… Dah… Dahhhhhhhlannnnnnn…”

Di kampung saya di Malang, Jawa Timur sana, orang-orang menyebut anjing puddel dengan sebutan kerek kekek. Kerek berarti anjing. Kekek…, hmm, sudah saya tanya sana-sini, buka kamus sana-sini, belum ada jawaban yang memuaskan tentang kata yang satu ini.

Puddel dog berarti kerek kekek. Tapi, jika di Singapura si kekek diperlakukan bak kawan sepermaianan, di kampung saya dulu, anjing – jenis apa pun – di-kuyo-kuyo. Dihina-dinakan. Dicaci-maki. Dilempari tai. Siapa pun yang rumahnya ada anjingnya – selucu dan semanis apa pun anjing itu – dianggap kagak bermoral. Kalau bukan non muslim, pastilah mantan muslim. Duh, sebegitu jeleknya simbol anjing di kampung saya.

Padahal di negerinya Tuan Bush, seorang majikan anjing sanggup menghabiskan US$ 1.500 dolar untuk biaya dokter hewan, makanan dan mainan untuk anjing piaraannya. Di sana, anjing juga disekolahkan biar pintar.

Diikutkan kontes-kontes kecantikan. Ditangisi kematiannya. Bahkan, ada sebagian masyarakat Amerika yang sudah kadung keterlaluan, menikahkan anjing-anjing mereka dengan upacara besar-besaran. Upacara nikah lengkap: dari mendatangkan seorang penghulu, hingga sewa limousin untuk sang “pengantin”.

Kembali pada Madam Dog, saya perhatikan masih saja dia nyerocos dengan si kekek. Sayang, bahasa yang digunakannya tak saya pahami, bahasa Tionghoa. Kepada anak saya, Ken Danish, yang ketika itu saya ajak jalan-jalan di taman tersebut, saya bercanda, “Duh, sedihnya jadi orang Singapura. Ngobrol aja dengan anjing.”

Kenapa harus sedih? Dalam jalan-jalan di sekitar kompleks Hougang Sabtu (1 Desember) itu, saya mendapati empat orang seperti Madam Dog. Tiga lelaki dengan anjing-anjingnya, dan seorang nenek yang saya taksir berusia sebaya dengan Madam Dog. Jika dalam sebuah taman saja saya menjumpai empat manusia tua yang berbicara dengan anjing, bisa dibayangkan berapa jumlah opa-oma yang melakukan hal serupa di Singapura. Padahal, dari 4,6 juta warga negara Singapura, lebih dari 65 persen adalah golongan opa-oma. Golongan manusia lanjut usia alias manula.

Kenapa mereka tidak beromong-mengobrol dengan sesama manusia saja? Inilah kira-kira letak ketidakbahagiaan yang saya maksudkan. Sepengalaman saya setahun menikah dengan WN Singapura, menjadi warga di negeri mungil ini, mencari kawan sulit (kecuali kawan kerja atau kawan sekolah). Orang-orangnya selalu diliputi rasa curiga. Pintu-pintu rumah selalu tertutup dan digembok erat. Tidak ada senyum (kecuali senyum pramuniaga). Tidak ada tatapan mata persahabatan. Pokoknya cuek bebek, gitu.

Bahkan, para manula saja susah cari kawan. Padahal, apa sih yang harus dikhawatirkan dari seorang manula? Hingga mereka harus bercakap-cakap dengan hewan. Pantas saja dalam ranking negara terbahagia yang disusun New Economics Foundation, Singapura nangkring di posisi 131. Indonesia? Untuk soal bahagia-bahagiaan, bisalah kita sedikit berbangga. Posisi Nusantara berada di peringkat 23, jauh di atas Singapura. Meski jika kita membaca tingkah polah pejabat korup dan wakil rakyat kita, seolah-olah kita ingin cepat-cepat asah parang, memenggal kepala mereka.

Nah, kalau ranking Amerika yang rakyatnya gemar ngawinin anjing gimana? Negeri Paman Sam ini harus bangga berada di angka 150. Namun, jika ada survei anjing di negara mana yang paling bahagia? Saya menjagokan Amerika atau Singapura yang nongol di urutan teratas.

Adakah lembaga survei yang sanggup “berbicara” dengan anjing?

Sultan Yohana

Sultan Yohana

Related Posts

Masjid Abdul Gafoor Singapura: Dibangun oleh pedagang India dan sais kuda dari Bawean
Kultur

Masjid Abdul Gafoor Singapura: Dibangun oleh pedagang India dan sais kuda dari Bawean

February 23, 2025
Di Taipei, Saya Rindu Udara Malang
Kultur

Di Taipei, Saya Rindu Udara Malang

January 3, 2025
Kisah dalam Sepiring Char Kway Teow: dan perbedaan melangit antara dolar dan ringgit
Kultur

Kisah dalam Sepiring Char Kway Teow: dan perbedaan melangit antara dolar dan ringgit

July 12, 2024
Next Post
Sepasang Cinta

Sepasang Cinta

Aku, Saya, Kami, Gw, Ape Loo…

Pukimak, Pesing Seni Sapa Nih…

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Me

Rekomendasi

(Lagi-lagi) Tambah Ongkos Lagi

(Lagi-lagi) Tambah Ongkos Lagi

8 years ago
Masjid Khadijah, di Geylang

Masjid Khadijah, di Geylang

11 months ago
Hadiah Istimewa Itu

Hadiah Istimewa Itu

8 years ago

Enak Menulis Enak

17 years ago

Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Kategori

  • Batam
  • Bolaisme
  • Catatan Bola
  • Catatan Lepas
  • Catatan Publik
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek
  • Humaniora
  • Indonesiaku
  • Jurnalisme
  • Kultur
  • Ngalor Ngidul
  • Politisasi
  • Review
  • Sastra
  • Singapura
  • Tentang Aku
  • Video

Topics

Abdul Gofur Air minum Alas kaki Batam Bos Bule Catatan Cerita Dollar Efisiensi Ekor panjang Film festival Foto Gadis China Gaji Honor Humaniora Indonesia Jatim Johor Karyawan Kedai Kucing Kurs Malang Malaysia Masjid Menteri Monyet Mudik Palestine Pengemis Photo rasa singapura Rezeki Rupiah Santai Sejarah Sepakbola Singapore Singapura Taipei Taiwan Tanjungpinang Warung
No Result
View All Result

Highlights

Kucing-kucing Mudik

Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

Gadis China yang Tidak pernah Pakai Alas Kaki

“Seteguk Air Dingin”: dari budaya baik bule di Singapura

Masjid Abdul Gafoor Singapura: Dibangun oleh pedagang India dan sais kuda dari Bawean

Bagaimana Jika Rejekimu Datang Setahun Sekali?

Trending

Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju
Catatan Lepas

Efisiensi: Ikhtiar bagaimana Singapura menjadi maju

by Sultan Yohana
May 13, 2025
0

SAYA contohkan misalnya "Rapat Akbar & Pengukuhan 100 Ribu Banser Patriot Ketahanan Pangan". Yang kebetulan, dalam sepekan...

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

Ketika Sedolar Nilainya Rp13.157

May 3, 2025
Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

Aku Musti Belajar dari Nenek Pengemis itu!

April 20, 2025
Kucing-kucing Mudik

Kucing-kucing Mudik

April 7, 2025
Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

Pintarnya Johor Mendulang Untung dari Singapura

March 30, 2025
Sultan Yohana

© 2023 Sultan Yohana

Kunjungi Juga

  • Tentang Saya
  • Privacy Policy
  • Kontak

Ikuti Saya

No Result
View All Result
  • Catatan Lepas
  • Catatan Bola
  • Cerita Foto
  • Cerita Sangat Pendek

© 2023 Sultan Yohana